Pemerintah Indonesia di bawah komando Presiden Joko Widodo kian gencar membuka kran investasi sebagaimana tertuang dalam visinya memperkuat infrastruktur dan investasi. Dalihnya, dengan masuknya investasi, lapangan kerja meluas. Perekonomian masyarakat dan negara pun meningkat. Saat menyampaikan pidato “Visi Indonesia 2019” di Sentul, Jawa Barat pada pertengahan Juli 2019, Presiden bahkan mengatakan akan “pasang badan” dan mengaku bakal menghajar siapapun pihak-pihak yang menghambat investasi.
Sebelum Presiden melontarkan pernyataan itu, sudah ada banyak masyarakat yang menjadi korban kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi karena melawan investasi yang mengenyampingkan hak asasi manusia (HAM) dan kelestarian lingkungan. Pada tahun 2018 misalnya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat, ada 1.278 aduan pelanggaran HAM akibat bisnis dan korporasi. Aduan ini meningkat dibandingkan tahun 2017 yang berjumlah 866 kasus. Sementara itu, berdasarkan pemantauan media daring yang KEMITRAAN lakukan, terjadi 86 kasus kekerasan terhadap pembela HAM dengan jumlah korban mencapai 283 orang pada tahun 2019. Tujuh orang di antaranya bahkan meninggal dunia. Bukan cuma jumlah kasus yang naik, jenis kekerasannya pun kian beragam, mulai dari penggunaan pasal-pasal karet yang mencelakai demokrasi dan kebebasan berpendapat dan serangan digital dalam bentuk peretasan. Di tengah makin tinggi kekerasan, intimidasi bahkan kriminalisasi pada pembela HAM ini, negara justru abai memberikan perlindungan keamaan, dalam banyak kasus justru aparat keamaan menjadi aktor pelaku.
Merespons situasi itu, melalui program “Perlindungan Pembela HAM untuk Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia” yang didukung Kedutaan Besar Belanda, KEMITRAAN mendorong adanya perlindungan dan keamanan guna memperkuat dan membekali pembela HAM di akar rumput dalam menghadapi kriminalisasi, represi, dan insiden keamanan ketika memperjuangkan hak-haknya. Salah satu upaya yang KEMITRAAN lakukan untuk mewujudkan hal itu adalah dengan memberikan peningkatan kapasitas kepada para pembela HAM di akar rumput soal pentingnya melindungi dan menjaga diri dari tindakan yang dapat mengganggu advokasi dan mencelakai setiap orang yang terlibat di dalamnya.
Melalui proses penguatan kapasitas tersebut, komunitas secara signifikan mulai memahami hak-hak mereka di hadapan negara. Mereka juga menyadari pentingnya memiliki mekanisme perlindungan yang mereka bangun sendiri sebab selama ini perlindungan dari negara masih minim. Tak berhenti di situ, komunitas dampingan juga berhasil membuat mekanisme perlindungan dan keamanan yang disesuaikan dengan tradisi dan kearifan lokal di setiap daerah seperti memukul kentongan saat muncul ancaman, menggunakan bahasa daerah saat berbincang soal advokasi di hadapan orang tak dikenal, dan sebagainya. Komunitas juga mengartikan penyusunan mekanisme perlindungan dan keamanan sebagai cara mereka menunjukkan taji di hadapan negara sembari mengekspos ketidakseriusan pemerintah dalam melindungi pembela HAM.
KEMITRAAN menilai, penting untuk mendokumentasikan kisah dan perubahan positif yang dialami komunitas penerima manfaat program. KEMITRAAN bekerja sama dengan sejumlah organisasi mitranya di tingkat lokal pun menyusun sebuah buku bertajuk “Melawan Demi Alam dan Kehidupan”. Buku ini bercerita tentang kegigihan para pembela HAM sektor lingkungan di sembilan daerah dalam mempertahankan hak-haknya dari kerusakan lingkungan yang ditimbulkan perusahaan. Mereka melakukan advokasi secara damai dan berstrategi untuk mewujudkan perlindungan dan keamanan bagi komunitasnya untuk meminimalisir upaya serangan balik dari pihak lawan, termasuk kriminalisasi.
Di luar dari sembilan cerita ini, sejatinya masih banyak sekali kisah kegigihan perjuangan para pembela HAM sektor lingkungan yang terjadi di Indonesia. Negara perlu segera bertindak, berikan jaminan perlindungan hukum untuk mereka. Agar rakyat mendapatkan hak hidup di lingkungan yang sehat.
KEMITRAAN berharap, cerita-cerita yang ada di dalam buku ini dapat menginspirasi warga lain yang tengah melalui jalan perjuangan serupa. Lewat buku ini, KEMITRAAN juga mendorong pemerintah untuk segera menciptakan perlindungan dan keamanan bagi pembela HAM.
Buku Melawan Demi Alam dan Kehidupan
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.