Safeguards merupakan salah satu isu utama dalam pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan. Safeguards seringkali didefinisikan sebagai serangkaian kebijakan dan prosedur untuk melindungi mereka yang berpotensi terkena dampak pembangunan proyek dari potensi kerugian yang terjadi. Dalam beberapa tahun terakhir, safeguards tidak hanya berfungsi sebagai kebijakan perlindungan tetapi juga merupakan bagian integral dari perencanaan yang menentukan hasil akhir suatu program atau kegiatan. Penerapan safeguards yang konsisten diharapkan dapat memberikan dampak positif yang berkelanjutan bagi misi kegiatan atau proyek di masa depan. Dalam hal ini, safeguards merupakan bagian integral dari rangkaian peristiwa.
Kemitraan (“KEMITRAAN”) mempunyai kepentingan langsung dalam penggunaan safeguards. Setidaknya ada dua alasan yang menjadi dasar Kemitraan menggunakan safeguard. Pertama, program dan kegiatan terkait intervensi kebijakan The Partnership yang berimplikasi pada kepentingan pihak lain. Safeguards diharapkan menjadi instrumen untuk memastikan program intervensi kebijakan tidak menimbulkan kerugian dan dampak buruk baik secara sosial maupun lingkungan. Kedua, Kemitraan mempunyai program pemberdayaan masyarakat. Program-program tersebut seringkali bersinggungan dengan permasalahan sosial yang kompleks dan berlapis-lapis. Oleh karena itu, Kemitraan perlu mengembangkan pedoman untuk mencegah program-program tersebut memberikan dampak negatif bagi masyarakat.
Kebijakan Safeguards berikut ini merupakan instrumen awal yang diarahkan pada program dan kegiatan Kemitraan. Di masa depan, kemungkinan besar kebijakan safeguards akan berkembang berdasarkan kebutuhan lembaga, pengalaman pelaksanaan program, dan kegiatannya. Dalam upaya memperkuat staf dan mitra dalam menerapkan upaya perlindungan secara efektif, Kemitraan berencana untuk memberikan pelatihan bagi karyawannya dan membantu mitra pelaksana yang menerima dana dari organisasi sehingga mitra dapat melaksanakan kebijakan ini sesuai kebutuhan. Perlindungan ini dirancang khusus untuk melengkapi pelaksanaan program dengan panduan yang memadai untuk mencapai hasil terbaik dari masukan yang diberikan dan untuk mencegah potensi dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial yang disebabkan oleh proyek. Pengamanan ini merupakan bagian integral dari pengamanan keuangan seperti tidak adanya toleransi terhadap penipuan dan korupsi serta anti pencucian uang yang telah diatur dalam Manual Kebijakan dan Prosedur (MPP), Standar Operasional Prosedur (SOP), peraturan dan ketentuan kepegawaian, dan Kerangka Pengendalian Internal (ICF) Kemitraan.
Kemitraan berkomitmen untuk mengembangkan kebijakan organisasi dan prosedur operasi standar (SOP) serta mempersiapkan kapasitas untuk menerapkan kebijakan upaya perlindungan dalam program dan kegiatan, baik yang dilaksanakan oleh Kemitraan maupun mitranya. Disadari juga bahwa kebijakan, prosedur operasional standar (SOP), pedoman, dan instruksi mungkin perlu diperbarui dan disesuaikan dari waktu ke waktu.
Dalam mengembangkan kapasitas organisasi untuk menerapkan safeguards, Kemitraan akan memperkuat kapasitas karyawan untuk melakukan penilaian, pemantauan dan evaluasi melalui pelatihan baik yang dilakukan sendiri maupun yang dilakukan oleh pihak lain. Kemitraan juga akan memberikan pelatihan atau membangun kapasitas mitranya untuk menerapkan upaya perlindungan.
Apabila kapasitasnya terbatas, Kemitraan dapat menyewa konsultan berbasis proyek.Karyawan/konsultan akan mengawasi kebijakan pengamanan yang diterapkan sepanjang siklus hidup proyek, mulai dari desain dan penilaian proyek hingga pelaksanaan dan penutupan proyek.
Definisi dan ruang lingkup
Ruang lingkup partisipasi secara substantif harus inklusif dan efektif. Perhatian lebih harus diberikan ketika menjalankan program yang berhubungan dengan masyarakat adat, masyarakat lokal, kelompok masyarakat yang terpinggirkan atau kawasan konservasi. Setiap proses, mekanisme atau instrumen yang dirancang untuk mencapai partisipasi substantif harus dirancang sejak awal proyek. Partisipasi substantif adalah hak individu yang relevan terkait dengan kebijakan program dan kegiatan yang dipromosikan oleh Kemitraan. Oleh karena itu, instrumen atau mekanisme yang dikembangkan untuk mencapai hal tersebut merupakan upaya untuk memenuhi hak-hak partisipasi substantif dan perlindungan.
Instrumen yang digunakan
Proses dan mekanisme untuk memastikan partisipasi yang penuh dan efektif setidaknya mencakup beberapa mekanisme:
Landasan Hukum
Ketentuan-ketentuan hukum berikut ini memberikan landasan bagi hak-hak para pihak, terutama kelompok rentan untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan. Kemitraan dan para mitranya harus melihat kerangka hukum ini sebagai prasyarat minimum yang harus ditaati. Selain prasyarat tersebut, instrumen-instrumen di atas harus menjadi acuan utama dalam pelaksanaan kegiatan.
Beberapa ketentuan hukum yang terkait dengan partisipasi juga terdapat dalam UU Pelayanan Publik, UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan ketentuan lainnya. Sebagian besar undang-undang tersebut menyebutkan partisipasi sebagai hak. Pemerintah pusat dan daerah (provinsi, kabupaten/kota), serta berbagai pihak terkait, berkewajiban untuk menghormati, melindungi, dan memenuhi hak-hak tersebut.
Sebagian besar peraturan perundang-undangan menyerukan partisipasi dalam kaitannya dengan isu-isu yang dijabarkan lebih lanjut dalam peraturan pemerintah dan peraturan lainnya. Ketentuan operasional tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut oleh para pembuat kebijakan untuk memungkinkan terciptanya lingkungan partisipasi publik yang efektif dalam pembuatan peraturan, pengaturan kelembagaan dan tindakan administratif.
Suatu proses yang menjamin bahwa aspek-aspek yang terkait dengan kesetaraan dan keadilan gender diarusutamakan, diakui, dan dihormati, termasuk membuka kesempatan yang lebih luas bagi perempuan untuk mengekspresikan kebutuhan dan kepentingan mereka dengan cara yang aman dan nyaman bagi perempuan. Ruang lingkupnya dapat berbeda dari satu tempat ke tempat lain, tergantung pada konteks, budaya, dan geografi.
1. Mengidentifikasi kebutuhan dan kepentingan berbasis gender, terutama kelompok perempuan, terutama yang berpotensi terkena dampak langsung dari kegiatan proyek.
2. Menggunakan perangkat kerja yang ramah gender, seperti pemilihan lokasi dan waktu pertemuan.
3. Memastikan kegiatan proyek tidak menghilangkan sumber mata pencaharian perempuan serta membahayakan kehidupan mereka. Termasuk dalam kategori ini adalah perubahan gaya hidup, penurunan fungsi lingkungan, dan peningkatan kekerasan terhadap perempuan yang terkait dengan proyek. Jika tidak dapat dihindari, harus dipastikan bahwa persetujuan yang sesuai dari perempuan yang hidupnya terdampak, diikuti dengan pemulihan mata pencaharian yang terganggu.
4. Menyediakan informasi yang lengkap dan menyeluruh mengenai kebijakan, proyek dan program, dengan bahasa yang dimengerti oleh laki-laki dan perempuan, dalam bentuk dan budaya yang sesuai.
Peraturan lain yang terkait dengan hak-hak perempuan juga ditemukan di berbagai bidang, seperti pendidikan, partisipasi, dan informasi.
Indikator pencapaian minimum
1. Ada jaminan bahwa proyek yang dijalankan tidak melanggar hak-hak perempuan yang tercermin dalam perencanaan dan pelaksanaan program (dalam kontrak antara pelaksana program dengan Kemitraan, serta kesepakatan antara masyarakat dan pelaksana program).
2. Adanya model dan keterlibatan perempuan di wilayah program yang ramah dan peka gender.
3. Adanya analisis risiko yang terintegrasi dalam perancangan dan pelaksanaan proyek yang merespon kebutuhan berdasarkan gender.
4. Adanya data terpilah mengenai kebutuhan spesifik anggota masyarakat yang terkena dampak (perempuan sebagai kepala keluarga, dan anak-anak serta perempuan dalam rumah tangga yang dikepalai laki-laki).
5. Adanya data terpilah mengenai dampak program/proyek terhadap laki-laki dan perempuan.
Kemitraan berkomitmen untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur operasional standar (SOP) organisasi serta mempersiapkan kapasitas untuk menerapkan kebijakan upaya perlindungan dalam program dan kegiatan, baik yang dilaksanakan oleh Kemitraan maupun oleh para mitranya. Disadari pula bahwa kebijakan, SOP, pedoman, dan instruksi yang ada perlu diperbarui dan disesuaikan dari waktu ke waktu.
Dalam mengembangkan kapasitas organisasi untuk menerapkan upaya perlindungan, Kemitraan akan memperkuat kapasitas karyawan untuk melakukan penilaian, pemantauan, dan evaluasi melalui pelatihan, baik yang dilakukan secara internal maupun yang dilakukan oleh pihak lain. Kemitraan juga akan memberikan pelatihan atau membangun kapasitas mitranya untuk menerapkan safeguards.
Jika kapasitas yang dimiliki terbatas, Kemitraan dapat menyewa konsultan berbasis proyek. Karyawan/konsultan tersebut akan mengawasi kebijakan safeguarding yang diterapkan di seluruh siklus hidup proyek, mulai dari desain dan penilaian proyek hingga implementasi dan penutupan proyek.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.