Pinrang, 22 Maret 2021 – Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (KAPABEL) mengadakan pelatihan budidaya mangrove yang bertempat di Kawasan Pusat Restorasi dan Pembelajaran Mangrove (PRPM) Tongke-tongke Kab. Sinjai dan Pusat Pendidikan Lingkungan Hidup (PPLH) Puntondo, Kab. Takalar. Tujuan dari kegiatan ini adalah agar anggota Kelompok Peduli Perubahan Iklim (KPPI) memahami Teknik Budidaya Mangrove, Teknik Pemilihan Bibit Mangrove yang baik, Teknik Monitoring Pembibitan Mangrove, Teknik Penanaman Mangrove, dan Teknik Monitoring Mangrove Pasca Tanam serta memahami pemanfaatan Kawasan hutan mangrove sebagai potensi wisata dan pusat edukasi mangrove.
Pelatihan yang diadakan selama tiga hari pada Senin (22/03/2021) diikuti sebanyak 51 orang yang dimana masing-masing jumlah tiap KPPI sebagai peserta sebanyak delapan orang dan KAPABEL sebanyak delapan orang. Di hari pertama, Tim KAPABEL bersama anggota KPPI berangkat dari Kab. Pinrang menuju Kab. Sinjai untuk melakukan sharing dengan salah satu tokoh masyarakat yang pernah mendapatkan KALPATARU Penyelamat Lingkungan Hidup dan mempelajari jenis mangrove yang ada.
H. Taiyeb yang sebagai narasumber pada sharing budidaya mangrove dan mengenal sejarah hutan mangrove tongke-tongke menerangkan bahwa dulunya dia menanam mangrove untuk melindungi rumah dari abrasi yang dipicu terpaan ombak besar. Hal itu dilakukan pada tahun 1985 selama 10 tahun dengan pelbagai macam kegagalan yang dialami. Tetapi, saat ini hutan mangrove tongke-tongke telah menjadi objek wisata yang tak disangka perubahannya. Hal ini dipengaruhi karena adanya kesabaran, ketekunan, dan keikhlasan dari warga setempat yang ingin melindungi desanya dari banjir yang terus terjadi. Buah usaha yang ditekuni warga Desa Tongke-Tongke menjadi gambaran yang akan nantinya dilakukan anggota KPPI untuk menyelamatkan wilayah pesisir Kab. Pinrang, khususnya Kec. Cempa dan Kec. Duampanua).
Hari kedua, kegiatan difasilitasi oleh Mulyadi salah satu staf di PPLH Puntondo, Idham Malik dan Andi Awal Campu dari WWF Indonesia. Awalnya, Mulyadi menerangkan sejarah pengelolaan PPLH Puntondo dengan penuh perjuangan, saat itu PPLH Puntondo masih berupa Non-Govermental Organization (NGO) yang melakukan pendampingan di Dusun Puntondo, Desa Laikang, Kec. Mangarabombang, Kab. Takalar yang kemudian berubah menjadi Yayasan karena keberhasilan pendampingannya. Tak hanya itu, persoalan yang dihadapi hampir sama dengan H. Taiyeb, aksi yang dilakukan karena rasa kepedulian terhadap pelbagai kerusakan lingkungan yang terjadi di sepanjang pesisir Pantai Laikang, bahkan, terancamnya vegetasi pesisir laut dan ekosistem laut oleh aktivitas manusia yang tidak bertanggungjawab. Selanjutnya, Idham dari WWF Indonesia menayangkan film tentang teknik budidaya mangrove dan problematika konversi lahan mangrove menjadi tambak dan pelbagai dampak lainnya. Materi yang disajikan secara audiovisual dan diskusi, menunjukkan pentingnya melestarikan mangrove bagi ekosistem pesisir dan ekosistem laut yang menjadi peran KPPI nantinya di desa. Salah satu aktivitas pada Program KAPABEL adalah rehabilitasi kawasan pesisir dengan melakukan penanaman dan pembibitan mangrove di sepanjang pesisir Desa Paria, Desa Bababinanga (Kec. Duampanua) dan Desa Salipolo (Kec. Cempa).
Selanjutnya pada hari ketiga, anggota KPPI difasilitasi oleh Mulyadi dari PPLH Puntondo dan Andi Awal Campu dari WWF Indonesia melakukan penanaman mangrove di pesisir Dusun Puntondo sebanyak 500 bibit sebagai bentuk kepeduliannya. Kemudian, anggota KPPI diarahkan oleh Mulyadi untuk mengetahui model/Teknik dalam pembibitan mangrove. Hal yang penting untuk diperhatikan ialah sedimentasi yang di lokasi pembibitan karena akan sangat berpengaruh terhadap persentase pertumbuhan bibit mangrove, akan tetapi keberhasilan pertumbuhan dapat ditingkatkan dengan penyulaman (menanam kembali).
Artikel dipublikasi oleh Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (KAPABEL)
Penulis: Muhammad Sahid
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.