Bogor, 26 Januari 2022 – Pemerintah perlu merumuskan kebijakan tentang implementasi pencegahan Karhutla dari level nasional hingga daerah, sehingga instruksi presiden agar pendekatan pencegahan dikedepankan dalam pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) berjalan optimal.
Demikian salah satu kesimpulan diskusi penyusunan usulan kertas kebijakan terhadap pencegahan Karhutla yang diselenggarakan oleh KEMITRAAN melalui program Strengthening Indonesian Capacity for Anticipatory Peat Fire Management (SIAP-IFM) kerja sama dengan UNEP dan didukung oleh USAID.
Hasbi Berliani, Direktur Program KEMITRAAN menyebut upaya mengedepankan konsep pencegahan dalam pengendalian kebakaran sudah disampaikan presiden sejak tahun 2015.
“Inpres Nomor 11 tahun 2015 dan Inpres nomor 3 tahun 2020 yang sangat jelas menyebut penguatan pencegahan dan penegakan hukum sebagai upaya penanggulangan Karhutla di Indonesia juga belum dilaksanakan secara maksimal.” Jelasnya.
Menurutnya, berangkat dari kebijakan tersebut para pihak melakukan upaya mencegah, salah satunya yang dilakukan oleh Kemenko Perekonomian bersama KLHK dan BNPB, bekerja sama dengan Afrika Selatan, melalui skema south-south cooperation.
“Apa yang dilakukan KEMITRAAN saat ini merupakan tindak lanjut dari upaya pemerintah di tahun 2018. Pelibatan lembaga Kishugu dari Afrika Selatan akan memperkuat rumusan implementasi pencegahan berbasis klaster di tiga wilayah pilot.” Ungkapnya.
Adapun wilayah pilot terdiri dari Kabupaten Pulang Pisau di Kalimantan Tengah, Kabupaten Pelalawan di Riau dan Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) di Sumatera Selatan.
Dalam pelaksanaannya, KEMITRAAN menemukan tiga aspek utama yang membutuhkan penguatan.
“Selain konsep pendekatan klaster yang perlu disesuaikan dengan konteks lokal, apakah berbasis lanscape atau yang lain. Perlu juga memperkuat keberadaan klaster dari tiga sisi; regulasi, pelembagaan maupun penganggaran.” Jelasnya.
Penyusunan draft policy brief yang akan disampaikan kepada para pihak dalam waktu dekat. Tergabung dalam tim penyusun antara lain tim SIAP-IFM dan para ahli di tiga isu utama (kelembagaan, regulasi dan pendanaan) KEMITRAAN, serta Prof. Bambang Hero dari Institut Pertanian Bogor, Joko Tri Haryanto dari Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, dan Henri Subagiyo selaku ahli legal.
Kertas kebijakan ini diharapkan akan memperkuat upaya pencegahan Karhutla di Indonesia, berbasis hasil pembelajaran di tiga wilayah pilot.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.