Berbicara tentang keindahan dan kekayaan tanah Papua seolah tak ada habisnya. Mulai dari budaya, tradisi, hutan yang lebat, hingga pesona alamnya merupakan aset bangsa yang sangat berharga. Sayangnya, masifnya pembangunan di wilayah bagian timur Indonesia ini justru mengancam kelestarian alam dan populasi satwa endemiknya.
Di sinilah keterlibatan aktif generasi muda diperlukan sebagai garda terdepan penjaga kelestarian alam Indonesia, terutama di Tanah Papua. Mereka memiliki peran penting sebagai pelaku dan penggerak masyarakat dalam upaya penyadaran publik terkait pembangunan berkelanjutan.
“Hal mendasar yang dapat dilakukan untuk menjaga alam Papua adalah dengan mengubah pola pikir. Misalnya, dengan menempuh sekolah di perguruan tinggi, kemudian anak muda Papua bisa turut andil membangun desanya dengan ilmu yang didapat,” ujar Victoria yang menjadi narasumber Webinar #BERISIK: Bincang Iklim Asik Papua yang diadakan secara daring oleh KEMITRAAN, 2 April 2022.
Webinar ini diselenggarakan untuk dapat mendorong lebih banyak generasi muda untuk mau bergerak, berkolaborasi, dan terlibat langsung dalam proses pembangunan berkelanjutan, khususnya di tanah Papua lewat kearifan lokalnya.
Menurut Victoria, anak muda sebagai generasi penerus bangsa perlu sadar dan berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan, agar kelak kebijakan yang dihasilkan tidak merusak alam dan merugikan masyarakat serta makhluk hidup lainnya.
Hal ini disepakati oleh Shendi, salah satu peserta webinar, mahasiswi salah satu perguruan tinggi di Salatiga. “Pelibatan anak muda memang sangat penting di masyarakat. Terlebih, peran pemuda semakin diandalkan di era digital saat ini. Dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, isu pembangunan berkelanjutan yang ramah terhadap lingkungan dapat lebih lantang disuarakan,” ucapnya.
Anggur, peserta webinar lainnya yang berdomisili di Desa Asmat mengatakan bahwa, “Pembangunan di Papua selama ini belum berjalan dengan baik, dan tidak termasuk pembangunan yang berkelanjutan. Banyak masyarakat Papua yang kelaparan, padahal sumber daya alam Papua melimpah”.
Anggur menambahkan bahwa “Kesulitan mencari bahan pangan ini disebabkan oleh kerusakan alam di Papua yang memang sangat nyata. Contoh lainnya dirasakan oleh suku Amungme di Timika. Limbah perusahaan tambang mencemari sungai Ajkwa yang berimbas pada sulitnya mencari ikan.”
Selain melestarikan lingkungan, menjaga kekayaan sumber daya alam juga berarti tidak mengeksploitasinya secara berlebihan. Ata Lucky dari Perkumpulan Pemuda Generasi Malaumkarta menerangkan bahwa, “Masyarakat Papua memberlakukan tradisi Sasi, yakni pembentukan kebijakan secara kolektif untuk melarang warga mengambil hasil panen dalam jangka waktu tertentu.”
Kuatnya peran tradisi Sasi di masyarakat Papua juga mampu membuat jera para pemburu yang mengincar satwa endemik, seperti cendrawasih dan lobster. Ketika cendrawasih dan lobster masih dapat dilihat dan dinikmati di Papua, maka dapat meningkatkan perekonomian masyarakat serta mendatangkan wisatawan ke sana. Tradisi Sasi ini dianggap solusi yang efektif untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan, termasuk menangani kasus penebangan pohon massal.
Ata juga mengatakan bahwa, “Faktor lain dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan adalah melibatkan warga setempat dalam membentuk kebijakan pemerintah kabupaten atau desa. Kerjasama yang baik antara pemerintah dan warga perlu terjalin.”
Senyatanya, banyak tantangan yang harus dihadapi dalam mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Ahmad Arif, Jurnalis Kompas yang menjadi narasumber ketiga memaparkan bahwa, “Tantangan terbesar dalam mencapai pembangunan berkelanjutan adalah investasi dan industri yang masif dengan skala besar yang meminggirkan dua aspek penting dari pembangunan berkelanjutan, yakni kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat lokal.”
Oleh karena itu, kolaborasi antar seluruh pihak baik pemerintah, pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, perusahaan/swasta, masyarakat setempat termasuk generasi muda, sangat penting untuk diterapkan. Adanya kolaborasi ini diharapkan akan menumbuhkan ide dan rancangan strategis ke depannya sehingga menghasilkan kebijakan yang tepat.
“Pemerintah harus menjamin perusahaan untuk berkomitmen melakukan investasi hijau. Kemudian masyarakat setempat dan anak muda dapat mengawal prosesnya serta mengajukan kritik jika terjadi penyelewengan,” pungkas Arif.
Simak diskusi lengkapnya dalam webinar #BERISIK: Bincang Iklim Asik Papua di tautan berikut:
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.