Sejak dikeluarkannya Resolusi PBB No. 61 Tahun 2006 tentang Convention on the Right of Persons with Disabilities (CRPD), disabilitas menjadi isu global. Disabilitas tidak lagi dipandang sebagai suatu kekurangan atau kelemahan pada seseorang, melainkan sebagai suatu keragaman manusia. Oleh sebab itu, pemenuhan hak penyandang disabilitas bukanlah sekadar belas kasihan, tetapi merupakan bentuk dari pemenuhan hak asasi seorang warga negara.
Disabilitas bisa terjadi pada siapapun dan kelompok manapun, tak terkecuali perempuan dan anak pada komunitas masyarakat adat yang kemudian berpotensi mengalami bentuk diskriminsai ganda. Paling nampak adalah tidak adanya pelayanan yang ramah bagi penyandang disabilitas, baik dari segi akses pendidikan, kesehatan, pekerjaan, jaminan sosial, bantuan mobilitas serta pelayanan dalam rehabilitasi sosial.
Untuk mendukung hal tersebut, KEMITRAAN menyelenggarakan pelatihan pengarusutamaan disabilitas bagi mitra program ESTUNGKARA yang tersebar di tujuh provinsi dampingan program, yang berasal dari CSO, pemerintah desa, dan Aparatur Sipil Negara dari Dinas Sosial. Harapannya pelatihan ini mampu mengidentifikasi isu dan potensi diskriminasi ganda yang akan diterima oleh penyandang disabilitas pada masyarakat adat, sehingga dapat menyusun strategi bersama untuk pengarusutamaan isu disabilitas dalam perencanaan dan pelaksanaan program di wilayah kerja masing-masing.
Pelatihan diselenggarakan selama tiga hari (11-13 Oktober 2022) di Pusat Rehabilitasi (Yayasan Kristen untuk Kesehatan Umum) YAKKUM Yogyakarta, organisasi yang memiliki rekam jejak pemberdayaan kepada para penyandang disabilitas.
“Inklusi disabilitas adalah satu pendekatan dasar untuk bisa memahami disabilitas itu apa, konsepnya seperti apa, perubahannya dari jangka waktu ke waktu seperti apa, dan bagaimana melibatkan penyandang disabilitas di dalam setiap pembangunan melalui kerangka kerjanya, serta bagaimana mengukurnya,” terang Rita Tri Haryani, fasilitator pelatihan dari Pusat Rehabilitasi YAKKUM.
Selama tiga hari pelatihan, peserta banyak belajar mengenai konsep dasar disabilitas, stigma, rehabilitasi berbasis masyarakat, bagaimana menerapkan inklusi disabilitas dalam pembangunan. Peserta juga belajarcara melakukan pendataan dengan Washington group questions untuk mengukur berbagai macam hambatan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas yang membuat mereka tidak dapat aktif secara penuh.
Kegiatan ini turut mengedepankan pendekatan ekonomi sebagai pintu masuk pemberdayaan kelompok difabel dalam masyarakat adat, untuk menunjukan bahwa difabel juga bisa berdaya secara ekonomi dan mandiri.
Di hari terakhir, peserta diajak untuk kunjungan lapangan dengan mengunjungi tiga lokasi berbeda. Tarida Hernawati Elisabeth, Program Manager Yayasan Citra Mandiri Mentawai (YCMM) mengunjungi kelompok difabel Argodadi Pinilih. Dalam kunjungannya mereka melihat bagaimana komunitas disabilitas membentuk kelompok hingga membangun keberlanjutan untuk kemandirian ekonomi kelompok.
“Diawali dengan melakukan pendataan dengan pemerintah desa dan melihat jumlah dan ragam disabilitas dari tingkat Desa sampai ke Kecamatan. Kemudian memetakan potensi yang dimiliki penyandang disabilitas, pendataan untuk potensi usaha atau ekonomi yang tepat bagi mereka, serta analisis potensi kerjasama dengan pihak universitas,” terang Tarida saat membagikan pengalaman hasil kunjungan.
Bagi Tarida, ini menjadi pembelajaran penting tentang bagaimana aktor penggerak di desa mampu membangun jaringan, melakukan upaya kemandirian dengan mengakses potensi pendanaan melalui Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (CSR) dan lainnya untuk mendukung kerja-kerja usaha ekonomi bagi kelompok disabilitas.
Pengarusutamaan disabilitas menjadi penting untuk memastikan bahwa kelompok minoritas medapat perlakuan yang setara dengan warga lainnya, dan memperoleh perlindungan atas hak penyandang disabilitas dari potensi diskriminasi ganda yang dialami, terlebih ketika hal ini terjadi pada kelompok masyarakat adat.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.