COP24 yang tengah berlangsung di Katowice, Polandia, menjadi ajang untuk memperjuangkan kepentingan Indonesia, dan memperkuat kerjasama dg berbagai pihak. Berbagai pertemuan yg membawa manfaat bagi pencegahan kerusakan lingkungan gencar dilakukan. Dan ruang sekretariat delegasi Indonesia jadi saksi bisu pertemuan-pertemuan itu.
Jumat pekan lalu misalnya, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan tim, termasuk didalamnya Monica Tanuhandaru dari Kemitraan, mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Negara Inggris urusan Asia Pasifik Mark Field di ruang sekretariat itu. Pertemuan dua menteri ini membicarakan peluang dan kemungkinan kerjasama baru di bidang kehutanan dan lingkungan hidup. Kerjasama kehutanan dan lingkungan hidup antara Indonesia dan Inggris memang sudah terjalin lama, sejak kerjasama UK-I TFMP yang legendaris di awal 1990-an.
Saat ini Indonesia tercatat sebagai negara pertama di dunia yang memperoleh lisensi FLEGT (Forest Law Enforcement, Governance, and Trade) untuk produksi kayu yang diekspor ke Uni Eropa. Ini adalah salah satu hasil dari program bilateral dg Inggris, yaitu program Forestry, Land-use and Governance in Indonesia (FLAG). Mulit Stakeholder Forestry Program di bawah FLAG kini memasuki fase ke-4 dan baru akan berakhir Agustus 2021.
Indonesia – Inggris memang punya banyak program kerjasama bilateral, seperti Green economic growth programme in Papua, yang masih akan berlangsung hingga 2022, dan juga banyak program yg lain. Sementara di masa depan juga masih terbuka kerjasama lain. Misalnya peluang bekerja sama untuk mengembangkan International Tropical Peatland Research Centre (Pusat Riset gambut Tropis Internasional) yang baru didirikan Indonesia pada 30 Oktober lalu.
Tidak hanya dengan pemerintah Inggris, Delegasi Indonesia juga mengadakan pertemuan dengan pemerintah Australia di COP24. Ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya bertemu dengan Menteri Lingkungan Australia Melissa Price di ruang Sekretariat Delegasi Indonesia COP24 pada Senin 10 Desember. Dalam pertemuan itu, Ibu Monica Tanuhandaru dari Kemitraan turut hadir mendampingi Menteri LHK. Pertemuan berlangsung hangat karena dua kementerian ini belum lama, tepatnya pada April 2018, menjadi tuan rumah bersama Asia Pacific Rainforests Summit ke-3 di Yogyakarta.
Beberapa butir kesepakatan kerjasama berhasil dirumuskan dalam pertemuan Menteri LHK dan Menteri Lingkungan Hidup Australia. Salah satunya yang penting adalah keputusan utk menghidupkan kembali Indonesia-Australia Working Group on Environment and Climate Change. Working group ini beku cukup lama sejak pertemuan terakhir Februari 2012 di Canberra.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.