Pekalongan, 3 September 2022 – Kota Pekalongan sudah tidak asing lagi dengan dampak perubahan iklim yang berupa peristiwa-peristiwa bencana. Wilayah ini dihadapkan pada berbagai persoalan terkait topografisnya, yaitu banjir bah (banjir yang terjadi saat musim hujan), banjir rob (naiknya permukaan air laut), dan penurunan struktur tanah.
Data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Pekalongan menunjukkan kondisi lapisan tanah di pesisir Pekalongan telah mencapai minus 30-50 cm di bawah permukaan air laut. Akibatnya peluang terjadinya banjir akan sering terjadi. Pengaruh penurunan muka tanah yang disebabkan ulah manusia juga menjadi faktor paling tinggi dibandingkan dengan kenaikan muka air laut. Ditambah dengan peristiwa cuaca ekstrem dan kekeringan yang berkepanjangan, membuat penduduk Pekalongan menderita.
Pemerintah dan masyarakat lokal telah menerapkan upaya-upaya adaptif sukarela. Misalnya, menaikkan tingkatan lantai, mengubah mata pencaharian, pembersihan sungai, dan sebagainya. Keputusan dan perilaku masyarakat Pekalongan terhadap lingkungan hari ini, berperan sangat besar pada keselamatan generasi sekarang dan masa depan. Tak hanya pemerintah, anak muda perlu bersuara dan beraksi nyata untuk mengatasi perubahan iklim yang sudah terjadi di Pekalongan.
Sejak beberapa tahun ini, banyak anak muda telah menggagas berbagai kegiatan dalam bentuk kampanye perlindungan lingkungan dan berbagai kegiatan menarik lainnya. Mulai dari Pekalongan Art Festival, Syawalan, Festival Balon Udara, Festival Kali Lodji, Pekalongan Culinary and Creative Festival, dan sebagainya.
KEMITRAAN – Partnership for Governance Reform bekerjasama dengan Pemerintah Kota Pekalongan, melalui dukungan Adaptation Fund (AF) turut menginisiasi berbagai gerakan pelibatan anak muda untuk perubahan iklim. Seperti mengadakan Kompetisi Aksi Generasi Muda Perubahan Iklim Kota Pekalongan pada bulan Mei 2022 yang berhasil menjaring 665 peserta. Kemudian pada bulan Juli 2022 lalu, KEMITRAAN juga mengadakan Kobar Pekalongan rangkaian kegiatan 4 hari 3 malam yang diikuti 100 anak muda untuk meningkatkan kapasitas mereka dalam beradaptasi dengan perubahan iklim.
Pada 2-4 September 2022, KEMITRAAN berkolaborasi dengan Pekalongan Japan Fest (Jfest) di GOR Jetayu, Kota Pekalongan. Festival ini menjadi wadah untuk memacu kreativitas generasi muda ke arah yang lebih positif dan bermanfaat.
“Anak muda memiliki peran penting sebagai pelaku dan penggerak masyarakat dalam upaya penyadaran masyarakat terhadap perubahan iklim. KEMITRAAN berharap dengan berpartisipasi dalam acara Jfest, lebih banyak anak muda Pekalongan yang bertukar informasi, mengadvokasi aksi peduli perubahan iklim dari, oleh, dan untuk anak muda,” kata Dewi Rizki, Direktur Program Sustainable Governance Strategic KEMITRAAN.
KEMITRAAN turut berpartisipasi dalam JFest dengan mengelola satu stand booth untuk mengenalkan produk-produk pengembangan pemberdayaan ekonomi ramah lingkungan dari berbagai lokasi program Adaptation Fund yang tersebar di berbagai daerah. Seperti keripik rumput laut, keripik salak dan kopi yang dihasilkan dari berbagai desa di provinsi Sulawesi Selatan. Booth ini juga menjadi ruang terbuka untuk ajang interaksi dan diskusi, hingga pemutaran film bertema perubahan iklim.
Menurut Adi Kurniawan selaku Panitia JFest dan salah satu anggota Komunitas Shiroichi, anak muda harus mulai digandeng untuk isu-isu lingkungan, terutama perubahan iklim. “Mereka harus paham kalau perubahan iklim itu nyata. Kita harus mulai mengajak lebih banyak anak muda untuk tahu dan peduli tentang perubahan iklim karena dampaknya sudah jelas kita rasakan di Pekalongan. Contohnya banjir rob yang selalu menggenangi jalan setiap harinya. Kita bisa mulai dengan melakukan hal-hal kecil dengan gaya hidup ramah lingkungan. Misalnya ke mana-mana jangan pakai motor. Kita bisa pakai sepeda atau bahkan jalan kaki. Karena kalau kita tidak peduli, mungkin di masa depan kita ke mana-mana akan pakai perahu karena Pekalongan sudah tenggelam,” tutup Adi.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.