Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah, 13 Oktober 2021 – Sebesar 59,40% atau 575.808 Hektar dari total 8.997 km2 atau 899.700 Hektar Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah merupakan lahan gambut. Hal tersebut menjadikan Pulang Pisau sebagai daerah yang rentan terhadap kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Pada tahun 2015 lalu, kebakaran hutan dan lahan di Pulang Pisau menjadi bencana nasional dengan total lahan terbakar kurang lebih 83.965,5 Hektar. Bahkan, dalam periode bulan Juli hingga Desember 2019, terdapat 584 titik api yang membakar kurang lebih 10.000 Hektar.
Melalui program Strengthening Indonesian Capacity for Anticipatory Peat Fire Management (SIAP-IFM) yang didukung oleh UNEP (United Nations Environment Programme), KEMITRAAN bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau untuk pencegahan Karhutla melalui pendekatan klaster. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan Integrated Fire Management (IFM) untuk memenuhi kebijakan zero haze dan target emisi Gas Rumah Kaca sesuai NDC (Nationally Determined Contribution). Program ini juga bertujuan mengintegrasikan IFM dalam praktik pengolahan lahan di negara-negara yang rentan kebakaran yang mengarah pada restorasi gambut, kesehatan, pengurangan deforestasi dan degradasi lahan.
Program SIAP-IFM dilaksanakan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (Sumatera Selatan), Kabupaten Pelalawan (Riau) dan Kabupaten Pulang Pisau (Kalimantan Tengah). Program ini berlangsung sejak tahun 2021 selama setahun ke depan sebagai model penanganan karhutla dengan pendekatan klaster yang di dalamnya melibatkan peran aktif dari pemerintah, organisasi masyarakat, TNI, kelompok Masyarakat Peduli Api, perusahaan swasta di tiga lokasi tersebut
Pada tanggal 13 Oktober 2021, KEMITRAAN bersama Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau menyelenggarakan Konsultasi Multipihak terkait penguatan kebijakan, kelembagaan pencegahan Karhutla. Penguatan ini diharapkan bisa mengubah paradigma dari usaha pemadaman ke kegiatan-kegiatan pencegahan Karhutla. Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan instansi dan lembaga pemerintah daerah terkait, perwakilan perusahaan, OMS (Organisasi Masyarakat Setempat) dan kelompok Masyarakat Peduli Api. Hadir pula perwakilan dari Kementrian dan Lembaga; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kehadiran mereka dapat memberi masukan pada penguatan kebijakan dan kelembagaan yang mendukung model pendekatan pencegahan Karhutla melalui pendekatan klaster yang sedang dirintis oleh Pemda Pulang Pisau.
Sekretaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten Pulang Pisau, Bapak Tony Harisinta menyebut Pulang Pisau telah berinisiatif menyusun Rencana Aksi Daerah (RAD) pengendalian Karhutla dengan melibatkan unsur Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) dan pihak swasta. Untuk mengoptimalkan inisiatif tersebut, Tony Harisinta menyebut pentingnya dukungan dari regulasi. Sehingga pada tanggal 12 Agustus 2021, dokumen RAD Pengendalian Karhutla disahkan oleh Sekretaris Daerah Pulang Pisau.
Dokumen RAD memuat 12 kelembagaan/organisasi/badan yang akan terlibat dalam program, serta sebanyak 50 unit kegiatan dengan nilai anggaran total lebih dari 12 miliar rupiah untuk usaha pencegahan dan pengendalian Karhutla.
“Perlu adanya sebuah aturan, baik itu dalam bentuk kebijakan Perda dan atau Perbup untuk menaungi kerja-kerja para pihak secara kolaboratif dalam upaya pencegahan dan penanggulangan Karhutla. Dengan demikian dokumen Rencana Aksi Daerah (RAD) Pulang Pisau yang sudah dihasilkan pada tahun ini dapat dilanjutkan pada tahun–tahun berikutnya, ” kata Tony Harisinta.
Dokumen tersebut akan menjadi acuan dalam aksi pencegahan yang secara konkrit diturunkan dalam aktivitas kegiatan beserta anggaran pendukungnya. Pengesahan dokumen ini menjadi yang pertama di Kalimantan Tengah dalam mengedepankan pendekatan pencegahan Karhutla. Upaya pencegahan yang dilakukan daerah menurut Sekda Pulang Pisau akan berkontribusi terhadap penurunan angka kebakaran selama ini. “Tercatat selama 5 tahun terakhir hingga tahun 2020, kabupaten Pulang Pisau dapat meminimalisir angka luas kejadian Karhutla dari 200 ribuan menjadi 10.000an Ha. Ini patut dibanggakan dan ditingkatkan ke depannya melalui kerja kolaboratif di Kabupaten Pulang Pisau,” pungkasnya.
R. Basar Manullang, Direktur Pengendalian Hutan dan Lahan, Ditjen Pengendalian Perubahan Iklim, KLHK menyatakan, “Kami sudah mapping desa-desa rawan karhutla di Indonesia. Tahun ini ada 1200 desa yang menjadi sasaran pencegahan karhutla. Dukungan pencegahan karhutla yang dilakukan oleh KEMITRAAN dan Pemda Pulang Pisau sedang kami galakkan di tingkat desa. Mari kita bersama-sama bergandengan tangan, bersama masyarakat kita melakukan upaya-upaya pengendalian karhutla untuk kebaikan bangsa dan negara yang kita cintai ini.”
Terkait masukan mengenai bagaimana Kepmendagri dapat mengatur agar dana penanggulangan karhutla bisa menggunakan APBDes, Drs. Edy Suharmanto, M. Si, Direktur Manajemen Penanggulangan Bencana dan Kebakaran, Kementerian Dalam Negeri, mengungkapkan, “Masalah ini sudah dikomunikasikan dengan Ditjen keuangan daerah, kami sepakat untuk melakukan koordinasi lebih lanjut supaya dana APBD desa tersebut bisa digunakan dan dianggarkan oleh teman-teman di BPBD (Badan Penanggulangan Bencana Daerah) untuk kegiatan penanggulangan karhutla. Kemendagri berterima kasih kepada Pemda Pulang Pisau dan KEMITRAAN yang telah berpartisipasi aktif dalam permasalahan karhutla.”
“RAD harus memberikan acuan yang jelas termasuk dalam hal dana desa untuk persiapan menghadapi karhutla. Hasil RAD akan kami evaluasi sejauh mana memberikan manfaat dan terukur tentang apa yang harus dilakukan seluruh stakeholders dalam penanggulangan karhutla di Pulang Pisau,” papar Afrial Rosya, Direktur Peringatan Dini, Kedeputian Bidang Pencegahan BNPB.
Sementara itu, Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif KEMITRAAN dalam kata sambutannya menekankan pentingnya kolaborasi penanganan Karhutla di Pulang Pisau yang mayoritas merupakan lahan gambut. Kolaborasi atau kerjasama para pihak ini sangat diperlukan selain penguatan yurisdiksi dan kelembagaan dalam pendekatan Klaster sebagai upaya pencegahan bencana Karhutla.
“KEMITRAAN mengapresiasi komitmen Pemkab Pulang Pisau yang sudah mengubah strategi dari penanggulangan ke usaha dan kegiatan pencegahan yang melibatkan kontribusi para pihak, serta diformalkan melalui dokumen RAD pengendalian Karhutla. Langkah penting ini juga terjadi berkat dukungan dari KLHK, Kemendagri, BNPB dan BRGM (Badan Restorasi Gambut dan Mangrove),” kata Laode M. Syarif.
Menurut beliau, dalam prosesnya tidak mudah mengubah strategi pendekatan dari penanggulangan ke pencegahan, dan menyatukan berbagai persepsi para pihak yang telah berproses sejak Maret 2021 hingga sekarang. “Salah satu bentuk usaha fasilitasi tersebut melalui kegiatan kesiapsiagaan bencana Karhutla, serta menyusun rencana penguatan kebijakan ke depan yang saat ini dilakukan,” tutup Laode.
Kepala Pelaksana BPBD (Badan Nasional Penanggulangan Bencana Daerah) Kabupaten Pulang Pisau, Salahudin, mengatakan, inisiatif kerja kolaboratif yang dilakukan daerah tidak hanya terbukti efektif dalam penanganan bencana, melainkan juga indikator tumbuhnya kepedulian multipihak terhadap persoalan karhutla. “Saat ini kepedulian dan peran para pihak semakin besar seiring dengan pencegahan bencana sudah menjadi persoalan bersama, tidak hanya tanggung jawab satu pihak saja. Hal ini sangat membantu menekan angka kejadian bencana Karhutla. Kerjasama dan tanggung jawab bersama ini ke depannya masih tetap perlu ditingkatkan,” kata Salahudin.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.