Pekalongan, 06 Desember 2021 – Kota Pekalongan menjadi satu dari sekian wilayah pesisir Indonesia yang merasakan dampak perubahan iklim paling nyata, dan bersifat multisektor. Sedikitnya pemanasan global telah berdampak pada empat sektor di wilayah yang terkenal dengan sebutan kota batik dunia; ekonomi, pendidikan, kesehatan dan pertanian (KEMITRAAN, 2017).
Secara langsung, sektor-sektor tersebut berdampak pada anak muda di Pekalongan. Mereka kehilangan kesempatan mengaktualisasikan diri pada ruang-ruang bermain karena lahan terendam banjir, dan terancam putus sekolah karena akses serta infrastuktur pendidikan kurang memadai. Mereka juga menjadi pihak yang paling rentan mengalami penyakit yang diakibatkan oleh genangan air, seperti penyakit kulit, wabah dan juga gangguan reproduksi pada perempuan.
Di tengah cuaca ekstrem yang menyebabkan curah hujan lebat dan berkepanjangan, Kota Pekalongan semakin menderita karena kini sebagian rumah warga yang tidak terdampak banjir rob digenangi oleh banjir air hujan yang tidak dapat mengalir ke laut. Terlebih awal bulan Desember ini banjir juga menggenangi rumah warga, akses jalan, lahan pertanian, lahan produksi batik dan tempat pemakaman. Banjir rob juga dipengaruhi oleh penurunan lapisan tanah akibat eksploitasi berlebihan pemanfaatan air tanah, baik untuk keperluan industri, rumah tangga dan pertanian.
Upaya penanganan banjir dan rob dalam membangun ketahanan kota di Pekalongan sudah dilakukan dengan membangun tanggul di pesisir pantai dan penanaman mangrove. Namun itu saja tidak cukup, dibutuhkan kesadaran dan peningkatan kapasitas anak muda dalam menghadapi dampak perubahan iklim agar dapat beradaptasi dengan baik.
“Masalah bencana banjir Pekalongan tidak dapat ditangani oleh pemerintah sendirian, karena skala kerusakannya sudah sangat berat. Salah satu kunci menghadapi krisis iklim yang sudah dirasakan ini adalah melibatkan kaum muda, mereka memiliki potensi besar untuk melakukan perubahan dan menahan laju perubahan iklim,” ungkap Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif KEMITRAAN.
Oleh karenanya, lembaganya melalui pendanaan dari Adaptation Fund (AF) siap mendukung Pemerintah Kota dalam mencetak pemimpin muda generasi penerus Pekalongan yang sigap, dan adaptif menghadapi perubahan iklim.
Sebagai langkah awal gerakan membangun generasi muda Pekalongan yang sadar akan bahaya krisis iklim, KEMITRAAN dan Pemerintah Kota mengajak anak muda dan komunitas warga Pekalongan nonton bareng film SEMESTA. Sebuah film yang menunjukkan bagaimana manusia dapat mencegah terjadinya perubahan iklim melalui perspektif berbagai kepercayaan, dan agama di Indonesia yang diterjemahkan dalam gaya dan sikap hidup sehari-hari.
Kegiatan akan diawali dengan pemutaran film karya komunitas Save Pekalongan yang berjudul Ada Juang di Tanah Tergenang. Menurut Laode, film yang dihasilkan atas kolaborasi KEMITRAAN dan lebih dari 35 komunitas lintas generasi yang ada di Pekalongan memiliki cerita yang bagus.
“Ini (Ada Juang di Tanah Tergenang) bagus menurut saya. Sangat humanis, gambar yang bercerita,” jelasnya.
Kegiatan nonton bareng bertempat di studio XXI Transmart Kota Pekalongan. Rencananya akan dilaksanakan selama dua hari yaitu Senin, 6 Desember dan Rabu 8 Desember 2021. Peserta yang diundang adalah perwakilan pelajar SMA, SMK, mahasiswa, komunitas muda, karang taruna dan masyarakat Pekalongan. Kegiatan ini juga turut mengundang kalangan pemerintah, dari tingkat Provinsi hingga Kota.
Dalam sambutannya, Walikota Kota Pekalongan, H.A Afzan Arslan Djunaid menyampaikan pentingnya membangun kesadaran bahaya krisis iklim kepada anak muda.
“Kegiatan penyadartahuan krisis iklim bagi generasi muda ini sangat penting dalam mendukung program-program yang dilakukan Pemerintah Kota Pekalongan. Kami sangat berharap kaum muda Pekalongan mulai berani beraksi dalam upaya adaptasi perubahan iklim. Masa depan kota Pekalongan ada di tangan mereka!” ujar beliau.
Setelah acara, peserta akan berdiskusi mengenai isi film sebagai bagian dari bertukar ide dan gagasan. Dengan upaya ini mereka diharapkan dapat menyebarluaskan nilai-nilai dalam film kepada keluarga serta orang-orang terdekat. KEMITRAAN juga akan memfasilitasi penyelenggaraan nonton bareng di komunitas masing masing.
Rangkaian selanjutnya dari upaya membangun generasi muda yang adaptif terhadap krisis iklim adalah penyelenggaraan berbagai lomba bertema perubahan iklim seperti lomba poster, pidato dan film pendek bagi komunitas muda. Puncaknya, KEMITRAAN akan menyelenggarakan youth camp di pertengahan tahun depan.
“Setelah saya melihat film Semesta ini, saya menjadi lebih peduli untuk menjaga lingkungan karena terinspirasi dari 7 tokoh yang ada di Indonesia. Saya terkesan dari kegiatan Bumi Langit Yogya yang mana ada satu keluarga yang melakukan perubahan dari pola hidup modern kemudian beralih ke pola hidup menyatu dengan alam, seperti bercocok tanam organik untuk memenuhi kebutuhan makanan sehari hari, dan bahkan juga sudah banyak orang lain belajar ke sana,” ungkap Ipul (21 tahun) yang tergabung dalam salah satu komunitas muda di Pekalongan.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.