MASYARAKAT adat di sejumlah wilayah di Indonesia memiliki ragam ritual untuk menjaga ketahanan pangan di komunitasnya. Kehidupan masyarakat adat terbukti tangguh untuk mengatasi krisis pangan dan dapat dijadikan praktik baik di Indonesia.
Hal ini sesuai dengan temuan lapangan melalui program Estungkara yang dilakukan KEMITRAAN dalam menggali pembelajaran praktik baik komunitas adat saat masa pandemi Covid-19 lalu.
Perempuan adat memiliki peran penting terhadap pengelolaan sumber daya alam di komunitas adat yang secara langsung berdampak pada ketahanan pangan di komunitasnya.
Masyarakat adat pada dasarnya memiliki ketergantungan tinggi pada sumber daya alam. Hutan dan lingkungan sekitar merupakan ruang hidup yang menjamin keberlangsungan hidup mereka dan komunitasnya.
Perempuan adat secara khusus memiliki peran penting sebagai penjaga pengetahuan adat. Mereka mewariskan pengetahuan-pengetahuan adat yang diperoleh dari leluhurnya agar pengelolaan lahan tetap selaras dengan kelestarian alam wilayah tempat tinggal.
Pengetahuan yang dimiliki perempuan adat diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi yang bertujuan menjaga keseimbangan alam agar dapat menjaga keberlanjutan nilai-nilai adat dan budaya. Mereka memiliki peran dan fungsi penting dalam menjaga ketahanan adatnya di wilayah kelola perempuan adat.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.