Tantangan implementasi tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia semakin berkembang, mengikuti isu dan demokrasi yang kian matang. Sebagai contoh, saat ini program advokasi dan pendampingan dengan proporsi terbesar di Indonesia berkaitan dengan isu lingkungan berkelanjutan dan perubahan iklim.
Kondisi ini jelas berbeda dibandingkan dengan dekade sebelumnya, yang cenderung kuat pada isu pelembagaan demokrasi dan penguatan di sektor lembaga penegak hukum. KEMITRAAN, sebagai salah satu lembaga yang fokus mengawal proses governance sejak reformasi dituntut untuk bertransformasi agar tetap relevan.
Salah satu cara yang dilakukan ialah melakukan serangkaian upaya untuk meningkatkan kapasitas serta akuntabilitas lembaga, sehingga KEMITRAAN menjadi lembaga yang paling terdepan mengimplementasikan prinsip governance di internal lembaga, atau walk the talk.
Upaya tersebut mendapat pengakuan dari dunia internasional. KEMITRAAN menjadi satu-satunya lembaga non-profit di Indonesia yang terakreditasi untuk mengakses dana perubahan iklim dunia. Saat ini dua akreditasi global yang berhasil diraih adalah Akreditasi Green Climate Fund (GCF) melalui kerjasama intensif dengan Badan Kebijakan Fiskal-Kementerian Keuangan RI (BKF-Kemenkeu) sebagai National Designated Authority (NDA) GCF, dan Akreditasi Adaptation Fund (AF) bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) sebagai NDA AF.
Pada prosesnya, peningkatan kapasitas kelembaan juga diiringi dengan melihat kembali struktur organisasi KEMITRAAN itu sendiri. Hal ini dilakukan agar kapasitas organisasi dan proses bisnis internal cukup efektif dan memadai, terutama untuk melaksanakan mandat akreditasi serta kualitas pelaksanaan setiap program yang dilaksanakan tetap terjaga.
Dalam melakukan penyesuaian struktur organisasi, KEMITRAAN bekerjasama dengan Daya Dimensi Indonesia (DDI), lembaga profesional yang memiliki rekam jejak panjang dalam mengawal pengembangan organisasi besar. Dengan demikian, keterlibatan lembaga profesional akan menghasilkan struktur organisasi dan proses bisnis internal yang cukup sederhana namun dinamis dan efektif menjawab tantangan dalam menjalankan peran KEMITRAAN di tingkat global, nasional maupun lokal.
Proses peninjauan kembali, pengkajian dan penyesuaian struktur organisasi terdiri dari berbagai tahapan, mulai dari analisis seluruh dokumen terkait lembaga KEMITRAAN sampai dengan wawancara dengan staf di tingkat Kantor Pelaksana (Executive Office) yang dipimpin oleh Direktur Eksekutif, dan juga di tingkat Dewan Eksekutif (Executive Board) maupun melakukan diskusi terbatas di tingkat Direktur Eksekutif dan Dewan Eksekutif.
Selain melihat kembali struktur organisasi, KEMITRAAN juga sedang menyusun Rencana Strategis (Renstra) periode 2022-2026 untuk menjadi acuan kerja lembaga selama lima tahun kedepan. Dengan segala upaya yang sedang dilakukan, KEMITRAAN berharap akan tetap dapat berkontribusi terhadap perbaikan tata kelola pemerintahan di Indonesia menuju ke arah yang bebas korupsi dan mengedepankan prinsip inklusi.
Kegiatan ini didukung oleh:
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.