Saat ini, koperasi yang dikelola dan beranggotakan perempuan dinilai potensial sebagai upaya pengembangan kewirausahaan. Berdasarkan Online Data System (ODS) Kementerian Koperasi dan UKM, hingga 20 April 2018 terdapat 13.212 unit koperasi wanita yang aktif dan 4.631 telah mendapatkan sertifikat Nomor Induk Koperasi (NIK). Dalam penerapannya, koperasi perempuan menjadi sarana pemberdayaan ekonomi bagi kelompok perempuan pelaku usaha produktif.
Salah satu manfaat koperasi perempuan adalah memudahkan akses permodalan usaha bagi perempuan. Kesulitan mengakses modal usaha seringkali memunculkan persoalan lain, seperti terbelit pinjaman online ilegal yang sekarang tengah marak.
KEMITRAAN bersama Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) Jakarta melalui program Estungkara melakukan pendampingan pada Komunitas Cina Benteng dalam memberikan penguatan dan pengembangan kapasitas penyelenggaraan koperasi perempuan, yang kini telah mencapai 700 anggota.
“Dengan mendorong kepemimpinan perempuan Cina Benteng melalui koperasi perempuan, maka bersama-sama kita akan mengurangi diskriminasi yang mereka alami,” ungkap Titik Suryatmi, Program Manager PPSW Jakarta
Komunitas Cina Benteng (KCB) merupakan komunitas adat Etnis Tionghoa yang berada di Dusun Sewan Lebak Wangi, Sewan Tangga Asem dan Kahuripan di Kota Tangerang. Mereka tinggal di wilayah tersebut sejak tahun 1740 setelah tragedi perang di Batavia. Atas kebijakan di masa penjajahan, mereka diisolasi di daerah yang menyulitkan mereka untuk berasimilasi. Hingga saat ini mereka tetap mempertahankan adat-istiadat serta budaya leluhur mereka.
Meski demikian, kondisi KCB berbeda dengan mayoritas etnis Tionghoa di Indonesia dari segi ekonomi. Mayoritas profesi keseharian mereka adalah menjadi tukang becak, penggali makam, buruh cuci pakaian, dan lain-lain. Dewi Rizki, Direktur Program Sustainable Governance Strategic KEMITRAAN mengungkapkan bahwa KCB juga sulit mengakses tanda status kewarganegaraan mereka, seperti KTP dan Akta Lahir.
“Perempuan Cina Benteng menghadapi diskriminasi berlapis yang membuat mereka sulit mendapatkan kesempatan yang adil dalam meningkatkan perekonomian keluarganya. Pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi tidak hanya akan membangun kesejahteraan bagi perempuan saja, namun juga keluarga, komunitas, generasi selanjutnya. Oleh karenanya, Koperasi Perempuan juga dapat menjadi wadah bersama untuk saling mendukung, saling memotivasi, saling menginspirasi, dan menjadi wadah pengembangan kapasitas bagi sesama perempuan,” tambah Dewi Rizki.
Pemberdayaan ekonomi ini diwujudkan melalui Koperasi Lentera Benteng Jaya yang telah didirikan sejak tahun 2015. Henny Lim, ketua koperasi Lentra Benteng Jaya, mengatakan bahwa melalui koperasi ini diharapkan dapat mengangkat keberadaan masyarakat adat dan etnis minoritas dalam hal ini Cina Benteng. Koperasi ini juga memiliki banyak kegiatan, di mana salah satunya adalah produksi batik bernuansa Tionghoa. Batik dari komunitas ini memiliki motif yang unik, seperti, lampion, bunga Padma, klenteng, burung hong, perahu naga, pintu air 10 hingga ikan koi. Batik mereka dijual dengan ukuran mulai dari dua meter, dari harga Rp100 ribu hingga Rp1 juta per lembarnya.
“Kami melakukan produksi setiap minggunya, dan kadang juga kami melakukan produksi untuk orderan seragam pegawai di wilayah Kota Tangerang. Harapannya koperasi ini bisa memberdayakan perempuan terutama di KCB, mendorong kelompok wirausaha baru, dan meningkatkan ketahanan ekonomi keluarga,” ungkap Henny Lim
Koperasi Lentera Benteng Jaya juga turut membantu keperluan warga seperti pinjaman sekolah, renovasi, keperluan permodalan UMKM. Hal ini diharapkan untuk meminimalisir warga terhindar dari jeratan rentenir dan mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif bagi kelompok etnis minoritas.
Henny Lim membagikan pengalaman mengelola koperasi dalam rangkaian Festival Ili-Ili yang diselenggarakan pada tanggal 19 November 2022 di Desa Purbosari, Temanggung, Jawa Tengah . Harapannya melalui diskusi ini, dapat meningkatkan kesadaran terhadap keberadaan kelompok yang terpinggirkanserta mendorong pemenuhan hak-hak pemberdayaan ekonomi, terutama bagi perempuan dari kelompok etnis minoritas.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.