Beranda / Publication

Upaya Mendukung Pembangunan Berkelanjutan di Papua

Foto: Dok. Kementerian PUPR

Terbitnya Inpres No. 9/2020 untuk mengakselerasi pembangunan di Provinsi Papua dan Papua Barat, serta visi pembangunan tahun 2100 Pemerintah Daerah Papua harus menjadi momentum untuk menciptakan pembangunan berkelanjutan di ujung timur Indonesia. 

Demikian salah satu simpulan dalam diskusi lintas organisasi non pemerintah (CSO) yang diselenggarakan oleh KEMITRAAN pada Jumat, 23 Juli 2021 dan dihadiri oleh lembaga yang bergerak di Papua, seperti Yayasan Ekologi Sahul Lestar, Jaringan Kerja Rakyat Papua, Yayasan Wasur Lestari, Perkumpulan Silva Papua Lestari, LEKAT, Yayasan Intsia di Tanah Papua, Harmoni Alam Papuana. 

Pembangunan daerah pada praktiknya membutuhkan banyak hal, di antaranya komitmen bersama terkait tata kelola pemerintahan yang baik, serta visi pembangunan yang jelas. Dalam konteks Papua, Visi 2100 yang mengedepankan pembangunan berwawasan lingkungan dan rendah emisi, serta pendekatan budaya dan kearifan lokal merupakan modal besar. Pekerjaan selanjutnya adalah bagaimana menciptakan tata kelola pembangunan yang mampu menyatukan antar program-program dari lembaga non pemerintah dengan program pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten/kota hingga kampung.   

Untuk itu, Manajer Program KEMITRAAN untuk Papua, Yasir Sani menekankan pentingnya forum dialog antara pemerintah dan CSO untuk mengawal proses pembangunan.  “Forum-forum (multi pihak) diharapkan dapat mendukung keberhasilan pembangunan yang ada di Papua. Mengingat banyak hal yang perlu dilihat, dari mulai peningkatan Sumber Daya Manusia dan lain-lain.” Oleh karenanya, Sani berharap semua pihak yang membangun daerah Papua berkolaborasi dan saling melengkapi. “Bagaimana kita bisa menyatukan suara untuk pembangunan Papua, dapat menemukan kesepakatan inovasi baru untuk pembangunan Papua yang lebih baik.”

Sementara itu, Sasongko Abimanyu (Aji), Program Manager dari KEMITRAAN menyebut sejauh ini Papua sudah memiliki pola hidup yang hijau, karena masyarakatnya yang memiliki kedekatan dengan alam. Ditambah, pemerintah daerahnya telah mengeluarkan kebijakan yang sangat baik. “Visi 2100 dan deklarasi Manokwari dapat dijadikan landasan untuk pembangunan berkelanjutan dan rendah karbon.” Namun demikian, Aji juga mengingatkan kecenderungan masuknya investasi dalam maupun luar negeri perlu pertimbangan yang matang, agar tidak berpotensi merusak alam papua. Saat ini, sebagian wilayah Papua sudah terdampak perubahan iklim.

Untuk mencegah dampak perubahan iklim di Papua, KEMITRAAN akan memfasilitasi dialog-dialog terkait dengan pembangunan berkelanjutan, menjaga kelestarian alam, serta optimasi pendapatan dari pemanfaatan sumber daya alam di tanah Papua. Pada sisi lain, Irianto dari KIPRa Papua mengingatkan perlu adanya peningkatan kapasitas bagi CSO terkait isu pembangunan rendah karbon. “CSO diharapkan mempunyai kapasitas jika diminta untuk memberikan input kepada OPD, sehingga pembangunan rendah karbon dapat tercapai.” Dia juga berharap, akan lahir forum masyarakat adat, perempuan dan lain-lain agar pembangunan di Papua dapat mengakomodir kebutuhan mereka.

Dewanto dari Harmoni Alam Papuana, mengingatkan dua hal, perlunya pemetaan seputar dampak dari kebijakan otonomi khusus (Otsus) jilid dua yang akan diikuti oleh pemekaran wilayah. “Pemekaran otonomi baru pasti akan berdampak pada pemanfaatan ruang. Selain itu juga akan menjadi masalah lingkungan dan sosial,” jelasnya. Selanjutnya, Dewanto juga menyebut perlunya menghilangkan gap kebijakan antara pusat dan daerah. “Misalnya pemanfaatan hutan yang (di daerah) belum bisa diakses, namun di pusat sudah ada aturan PS (Perhutanan Sosial),” tegasnya. 

Linke dari Wasur Lestari, menyebut diskusi seputar pembangunan berkelanjutan tidak hanya membahas level kebijakan, melainkan juga tataran implementasi, Misalnya peningkatan kapasitas masyarakat untuk meningkatkan nilai tambah, serta penyediaan pasar terkait dengan produk-produk ekonomi hijau. 

Namun demikian, Linke juga berharap semoga forum ini dapat menyelesaikan persoalan dasar yang selama ini menjadi kendala di lapangan. “Forum ini bisa berjalan dengan membuka ruang komunikasi yang tidak lancar menjadi lancar, tutupnya. 

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.