Deskripsi
Pada bulan Desember 2015, Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim resmi diadopsi. Isinya menguraikan rencana aksi global untuk menghindari perubahan iklim yang berbahaya dengan membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celsius. Banyak pihak menafsirkan perjanjian ini sebagai landasan bagi pengembangan pasar karbon, khususnya untuk mempercepat adopsi penetapan harga karbon yang diterapkan oleh pemerintah sebagai instrumen kebijakan yang sangat penting untuk mengelola emisi gas rumah kaca (GRK).
Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi GRK hingga 29 persen pada tahun 2030 dan 41 persen dengan bantuan internasional. Komitmen ini tertuang dalam kontribusi nasional atau Nationally Determined Contribution (NDC) yang disampaikan sebagai hasil dari adopsi Perjanjian Paris. Namun, komitmen ini terancam oleh kebakaran hutan dan lahan yang terjadi pada tahun 2015.
Sementara itu, sektor penggunaan lahan, energi, limbah, dan proses industri di Indonesia dalam skenario business-as-usual masih memberikan kontribusi yang signifikan terhadap emisi GRK. Berdasarkan studi banding ke negara lain dan inisiatif serupa, peraturan tentang perdagangan karbon sukarela dan mekanisme untuk menetapkan kredit karbon atau batas dasar dan batas atas menjadi penting.Komitmen multisektoral juga diperlukan untuk memajukan upaya Indonesia dalam mencapai target NDC. Namun, masih sedikitnya aktor yang terlibat, yaitu Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pekerjaan Umum, membuat publik mendesak pemerintah untuk melakukan upaya serius dalam memastikan pencapaian NDC.
Selain itu, belum ada pembagian peran yang jelas antara kementerian dan lembaga yang terlibat. Dalam konteks inilah dukungan kepada Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) sebagai titik fokus NDC menjadi sangat penting. Dengan dukungan dari CLUA, program yang dijalankan KEMITRAAN bertujuan untuk mendukung KLHK dalam mencapai agenda nasional pembangunan rendah emisi melalui skema kredit karbon dan pasar karbon. Proyek ini juga dimaksudkan untuk mengembangkan pendekatan terpadu di antara kementerian dan lembaga pemerintah yang mendukung untuk memenuhi NDC pemerintah Indonesia.
Fokus strategi dari program ini adalah (1) penyediaan naskah akademik yang mencakup, antara lain, rekomendasi kebijakan tentang pasar karbon domestik dan skema pengelolaan kredit karbon yang terkait dengan kehutanan dan lahan gambut, dan (2) analisis untuk meningkatkan kolaborasi dan koordinasi antara lembaga-lembaga pemerintah dalam menghasilkan tinjauan kebijakan dan aksi terpadu.
Capaian Utama
Program ini telah menghasilkan sebuah catatan singkat mengenai “Valuing Carbon: Enabling Condition for Indonesia’s Domestic Carbon Market”. Catatan pengarahan ini dimaksudkan untuk menjadi dokumen pendukung untuk mengajukan usulan kebijakan dan rekomendasi teknis mengenai pasar karbon domestik dan skema pengelolaan kredit karbon. Program ini juga turut menghasilkan sebuah laporan terpadu mengenai Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi tahun 2016 (RAN-GRK) serta sebuah artikel yang diterbitkan di Forest Digest dan wawancara mendalam dengan para pemangku kepentingan.
Donor
Kementerian Luar Negeri Norwegia
Periode Proyek
Maret 2017-Desember 2019
Mitra Pelaksana
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian Keuangan
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.