Terbitnya SK Perhutanan Sosial bagi 9 KTH/Gapoktan di 9 desa intervensi Program Adaptation Fund (AF) pada bulan Desember 2021, memberikan peluang semakin besar kepada anggota kelompok untuk dapat mengelola kawasan hutan secara legal dan aman, termasuk di antaranya anggota kelompok perempuan. Kelompok perempuan ini terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Saddang, Provinsi Sulawesi Selatan.
Peraturan Menteri LHK No 09 tahun 2021 yang mengubah nomenklatur syarat pemegang izin PS harus kepala keluarga, yang berarti laki-laki menjadi terbuka untuk siapa saja yang berdomisili di wilayah sekitar hutan, menjadikan perempuan-perempuan khususnya kepala keluarga yang selama ini telah turun-temurun mengelola hutan mendapat manfaat.
Terdapat 155 perempuan yang tergabung dalam kelompok sebagai penerima SK PS dari 9 kelompok yang telah disetujui oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Anggota perempuan ini merupakan anggota aktif yang juga menjadi pengurus kelompok industri Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS).
Keberadaan perempuan dalam kelompok PS langsung memberikan dampak signifikan terhadap kegiatan-kegiatan kelompok. Pertama, mereka kerap hadir dalam pertemuan rutin yang diadakan setiap 1-2x dalam sebulan dan mewarnai diskusi-diskusi, meskipun belum terlalu sering menyampaikan pendapatnya.
Kedua, 80% dari perempuan yang menjadi anggota kelompok juga menjadi penggerak dalam pembangunan rumah bibit serta pengisian bibit-bibit tanaman porang di polybag. Mereka juga yang nantinya akan melakukan pengolahan pasca panen, hingga proses pemasaran.
Ibu Marlina dari Desa Sesesalu menyebut keberadaannya sebagai anggota kelompok Sangkutu Banne telah mengubah pola relasi yang ada. Sebelumnya dia menyebut jika perempuan cukup di dapur saja. Tapi kini dirinya dan perempuan-perempuan lain dapat lebih aktif dalam kegiatan-kegiatan yang berdampak pada sisi ekonomi.
Keterlibatan perempuan dalam pengelolaan KUPS juga memberikan dampak pada peningkatan produksi, karena pelatihan-pelatihan yang diberikan melalui program untuk anggota mampu meningkatkan keterampilan mereka. Sebelumnya kualitas kopi yang dihasilkan tidak sesuai pasar, namun setelah tergabung KUPS secara berkelompok dengan pengetahuan baru yang mereka miliki, mampu memproduksi kopi yang berkualitas dan sesuai standar pasar. Hal ini juga membuka peluang untuk membangun jaringan pasar kopi.
Melalui Program Adaptasi Ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) Berbasis Pengelolaan Pangan Hutan, KEMITRAAN bersama dengan Konsorsium Adaptasi Perubahan Iklim dan Lingkungan (Kapabel), perempuan di 9 desa dampingan program kini memiliki peran signifikan dalam rantai ekonomi keluarga. Tak hanya itu, mereka juga memiliki kepastian hak kelola hutan tanpa adanya kekhawatiran akan dipidanakan, serta lebih banyak pilihan alternatif mata pencaharian. Keberadaan perempuan yang menjadi pemegang izin PS juga memperkuat kegiatan-kegiatan kelompok, sehingga diharapkan rantai ekonomi yang sebelumnya dikuasai oleh laki-laki secara perlahan akan bergeser menjadi pengelolaannya dilakukan secara bersama-sama.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.