PERMASALAHAN kebakaran hutan dan lahan sudah menjadi sebuah fenomena yang telah berlangsung bertahun-tahun di Indonesia. Berbagai episode serta dampak yang ditimbulkan dari kejadian kebakaran hutan dan lahan (disingkat karhutla) juga telah didokumentasikan oleh berbagai kanal pemberitaan, penelitian serta menjadi isu yang cukup sering dibicarakan dari tahun ke tahun. Khusus di lahan gambut, peristiwa karhutla menjadi semakin menemukan relevansinya sebagaimana ekosistem gambut merupakan ekosistem yang rentan dan mudah terbakar, apabila dikeringkan.
Dalam aspek sosial dan ekonomi pun, karhutla juga mendatangkan dampak yang cukup signifikan bagi keseluruhan hajat hidup orang banyak baik dari segi kesehatan, hilangnya mata pencaharian, kerusakan lingkungan dan dampak turunan lainnya. Episode karhutla yang cukup historis dalam 10 tahun terakhir terjadi pada tahun 2015 dan dampak kerugian yang ditimbulkan telah menarik banyak perhatian publik hingga dunia internasional terhadap komitmen Pemerintah Indonesia mengatasi kejadian bencana alam luar biasa tersebut.
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Kemitraan), telah terlibat dan menaruh perhatian cukup besar pada peristiwa karhutla dimana salah satu penyebab utamanya (key drivers) berkorelasi erat dengan belum optimalnya tata kelola dan implementasi kebijakan dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan di tingkat tapak. Berbagai kebijakan tata kelola hutan dan gambut di masa lalu juga menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan, deforestasi serta pengeringan lahan gambut untuk kepentingan ekonomi pembangunan. Melalui kerjasama dengan Badan Restorasi Gambut, sejak 2018 Kemitraan telah terlibat aktif dalam upaya untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan dengan mengedepankan pendekatan pemberdayaan masyarakat desa di sekitar kawasan gambut melalui program Desa Peduli Gambut. Berbagai inovasi pengetahuan, peningkatan kapasitas serta intervensi pemberdayaan dilakukan dalam rangka untuk memperkuat kelembagaan desa sebagai unit sosial ekonomi terkecil di tingkat tapak sehingga mampu untuk mengarusutamakan prinsip-prinsip tata kelola gambut yang lebih berkelanjutan dan berkontribusi pada pencegahan kebakaran hutan dan lahan.
Di tingkat tapak, Kemitraan juga membangun kerjasama dan kolaborasi dengan berbagai pihak mulai dari jajaran Pemerintah Daerah, Kepolisian, TNI, Manggala Agni hingga Pemerintah Desa untuk dapat merumuskan strategi serta program aksi dalam menangani permasalahan karhutla sehingga dapat diminimalisir dan tidak terulang kembali ke depannya. Panduan ini merupakan bagian dari upaya tersebut sehingga dapat memberikan edukasi serta penyadartahuan kepada masyarakat tentang langkah-langkah penting dan konkret yang dapat dilakukan oleh para pihak guna menanggulangi permasalahan karhutla. Panduan ini lebih khusus lagi ingin menghadirkan “Paradigma Pencegahan” sebagai paradigma utama dalam penanggulangan karhutla dibandingkan dengan upaya penanganan ketika karhutla sudah terjadi. Hal ini juga sejalan dengan arahan Presiden yang disampaikan dalam beberapa kali rapat terbatas dengan jajaran kabinet pemerintahannya.
Semoga Buku Panduan ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang dapat mempergunakan informasi di dalamnya dalam rangka melakukan upaya-upaya pencegahan serta mensinergikan langkah koordinasi dan kolaborasi bersama guna mencegah berulangnya episode peristiwa karhutla di negeri ini.
Download bukunya di sini.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.