Beranda / Publication

Provinsi Sulawesi Tengah Berhasil Petakan Potensi Hutannya

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Tengah bersama KEMITRAAN dan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) telah melakukan pemetaan potensi hutan Poso untuk memperkuat tata kelola pemanfaatan yang tidak hanya mengedepankan potensi ekonomi, melainkan juga konservasi.

Di KPH Sintuvu Maroso Kabupaten Poso misalnya, mereka bersama kelompok LPHD Sulewana Desa Sulewana dan HKm Kaju Ombo Kel Lembomawo berhasil mengidentifikasi jenis kayu, potensi non kayu, jasa lingkungan, serta keanekaragaman hayati.

Yerni Yunita, dari KPH Sintuvu Maroso menyebut kegiatan ini merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Pasal 13 yang mengatur proses, langkah-langkah serta tujuan inventarisasi hutan.

“Inventarisasi hutan merupakan langkah penting dalam upaya memetakan potensi, serta mengelola sumber daya hutan secara efektif dan berkelanjutan,” ujarnya.

Proses identifikasi menemukan sebanyak 86 jenis pohon jenis Bayur dan Ayo serta jenis pohon rimba campuran lainnya yang belum memiliki nama lokal. Sementara untuk hasil hutan bukan kayu, Rotan, Nibong dan Aren menjadi tiga potensi terbesar.

Dasmin Ndo’o, ketua LPHD Sulewana menyampaikan, kegiatan ini dilakukan agar semua anggota kelompok dapat memahami potensi yang ada di dalam kawasan hutan, sehingga dapat dimanfaatkan dengan mengikuti ketentuan yang berlaku.

“Kawasan hutan menyimpan banyak potensi yang dapat dimanfaatkan dan menghasilkan nilai ekonomi yang selama ini kita tidak ketahui,” jelasnya.

Kiki Rizki Amalia, project officer PMU KEMITRAAN, kegiatan ini merupakan bagian dari penguatan tata kelola hutan di Provinsi Sulawesi Tengah yang dilakukan oleh KEMITRAAN dan Dinas Kehutanan Provinsi melalui program RBP GCF REDD+.

Selain di Poso, kegiatan serupa juga dilakukan bersama KPH yang tersebar di Provinsi Sulteng;

“Pemanfaatan hutan harus sejalan dengan peningkatan nilai konservasi, agar hutan tetap memberi manfaat dari sisi ekologis dan ekonomi. Invtarisasi potensi merupakan bagian untuk memetakan dan memilah potensi mana yang dapat dimanfaatkan dan mana yang harus dilindungi,” tegasnya.

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.