Beranda / Publication

Pertemuan KEMITRAAN dan Kejaksaan Agung untuk Masa Depan Reformasi Hukum di Indonesia

Foto: dok. KEMITRAAN

Hari Selasa, 26 Oktober 2021, KEMITRAAN bertemu dengan Jaksa Agung, ST. Burhanuddin di kantor Kejaksaan Agung di Jakarta. Pertemuan ini juga turut dihadiri oleh Fadil Zumhana (Jaksa Agung Muda Pidana Umum), Bambang Sugeng Rukmono (Jaksa Agung Muda Pembinaan), Narendra Jatna (Kepala Biro Perencanaan Kejaksaan Agung), Hendro Dewanto (Asisten Khusus Jaksa Agung RI), dan Kuntadi (Asisten Khusus Jaksa Agung RI).

Kerjasama antar KEMITRAAN dan Kejaksaan Agung sudah terjalin sejak tahun 2004. KEMITRAAN memfasilitasi pertemuan antara Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, KPK, Komisi Hukum Nasional dan Komite Kerja Advokat Indonesia dalam acara Law Summit 2004. Pertemuan tersebut dalam rangka Pembenahan Lembaga Penegakan Hukum dalam Rangka Memulihkan Kepercayaan Masyarakat terhadap Supremasi Hukum. 

Kemudian dilanjutkan dengan program penguatan kapasitas pemerintah Indonesia dengan judul Pemulihan Aset Lintas Batas dan Bantuan Hukum Bersama yang didukung oleh International Development Law Organisation (IDLO) pada tahun 2016-2018. 

KEMITRAAN juga memberikan penguatan kapasitas dalam hal penanganan dan pengelolaan barang bukti elektronik sebagai penunjang persidangan korupsi pada tahun 2017-2019. Kejaksaan termasuk dalam peserta yang menerima pelatihan penanganan barang bukti elektronik dalam perkara korupsi bagi aparat penegak hukum. Dalam program tersebut juga terbentuk high level working group yang terdiri dari KPK, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan Kementerian Kominfo untuk memperkuat koordinasi penanganan barang bukti elektronik. 

Dalam pertemuan dengan Kejaksaan Agung yang baru terselenggara pada tanggal 26 Oktober 2021, Direktur Eksekutif KEMITRAAN, Laode M. Syarif menjelaskan mengenai program Inisiatif Strategis untuk Perbaikan Tata Kelola dan Akuntabilitas dalam Penelusuran dan Pemulihan Aset dari  Kejahatan Lingkungan dan Korupsi (SIAGA – ECO) yang sedang berjalan. “KEMITRAAN akan melakukan pelatihan penelusuran aset (forensik dan digitali) bagi aparat penegak hukum yang berasal dari Kejaksaan dan Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) KLHK.” Selain melakukan pelatihan, program ini juga melakukan penyusunan riset dan policy brief terkait kebijakan tata kelola pemulihan aset dari kejahatan sumber daya alam dan lingkungan hidup. “Ke depannya, KEMITRAAN berharap dapat bekerjasama lebih banyak dengan Kejaksaan Agung terutama terkait pembenahan criminal justice system,” ungkap Laode M. Syarif. 

ST Burhanuddin selaku Jaksa Agung menyambut baik kerjasama dengan KEMITRAAN. Menurutnya banyak hal-hal yang bisa dikerjakan bersama. “Contohnya permasalahan career path untuk pengembangan kompetensi SDM di Kejaksaan sedang menjadi perhatian kami. Harapannya akan dilakukan serangkaian program, seperti membuat peta jabatan, aplikasi pola karir untuk mendukung permasalahan ini,” ungkap ST Burhanuddin. 

Permasalahan lain seperti menjamin kualitas produk hukum, SOP yang terintegrasi antar penegak hukum juga menjadi bahan diskusi. Kedua belah pihak sama-sama berharap agar kerjasama antara KEMITRAAN dan Kejaksaan Agung akan semakin erat untuk masa depan reformasi hukum di Indonesia. 

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2000-2003

KEMITRAAN played a crucial role in supporting the development of legislation to establish the KPK. This was followed by steps to support the Government and DPR in selecting competent commissioner candidates and also supporting civil society groups to critically monitor the selection process. After the commissioners were appointed, they asked KEMITRAAN to help with the institutional design and initial recruitment of the KPK, as well as play the role of donor coordinator. It is clear that KEMITRAAN plays a key role in supporting the Corruption Eradication Commission to develop the capacity and strategies needed to work as effectively as possible.

2016

In March 2016, KEMITRAAN received international accreditation from the Adaptation Fund. The Adaptation Fund Board, in its 27th meeting, decided to accredit KEMITRAAN as National Implementing Entity (NIE) from the Adaptation Fund. KEMITRAAN is the first and only Indonesian institution to be accredited as a NIE Adaptation Fund in Indonesia.

2003

In 2003, KEMITRAAN became an independent legal entity registered as a Non-Profit Civil Partnership. At that time, KEMITRAAN was still a program managed by UNDP until the end of 2009. Since the beginning of 2010, KEMITRAAN took over full responsibility and accountability for the programs and their development.

1999-2000

The Partnership for Governance Reform, or KEMITRAAN, was founded in 2000 following Indonesia’s first free and fair general election in 1999. This historic election is an important step in Indonesia’s efforts to move away from an authoritarian past towards a democratic future. PARTNERSHIP was established from a multi-donor trust fund and is managed by United Nations Development Programme (UNDP) with a mandate to advance governance reform in Indonesia