Beranda / Publication

KEMITRAAN dan ICW: Pengelolaan Konflik Kepentingan Mutlak Penting dalam Upaya Pencegahan Korupsi di Indonesia

Foto: Dok. Kemitraan

Jakarta, 7 Februari, 2023 – Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (Partnership for Governance Reform, KEMITRAAN) dan Indonesia Corruption Watch (ICW) meluncurkan empat kajian baru yang menyoroti pentingnya pengelolaan konflik kepentingan secara efektif dalam kerangka pencegahan korupsi Indonesia yang lebih luas.

Secara bersama-sama, kajian-kajian ini menyoroti kesenjangan-kesenjangan yang ada dalam pengelolaan konflik kepentingan di Indonesia, dan bagaimana kesenjangan-kesenjangan tersebut dieksploitasi –  sehingga berdampak negatif pada keberhasilan kebijakan publik, selain juga menciptakan peluang untuk berbagai model korupsi yang setiap tahun mengalihkan milyaran rupiah dari belanja publik ke kantong-kantong oknum pribadi.

Secara khusus, KEMITRAAN membagikan sebuah kajian yang baru saja selesai dilakukan, yang menawarkan wawasan tentang perbandingan peraturan-peraturan konflik kepentingan di Indonesia terhadap praktik-praktik terbaik internasional, dan sejauh mana kebijakan di atas kertas diterapkan dalam praktiknya. KEMITRAAN juga menyampaikan laporan yang menyoroti isu eksploitasi seksual dalam kasus korupsi yang sering diabaikan. Sedangkan ICW meluncurkan dua studi yang menyoroti risiko konflik kepentingan terhadap kesejahteraan rakyat Indonesia, dalam kasus-kasus yang berasal dari konflik kepentingan terkait pengadaan publik dan legislatif. 

Penelitian ICW diatas dilakukan secara independen, sedangkan penelitian KEMITRAAN mendapatkan dukungan  sepenuhnya dari Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) melalui program antikorupsi,  USAID INTEGRITAS.  Program USAID INTEGRITAS berupaya mengatasi korupsi di Indonesia melalui pendekatan jalur ganda yang terdiri dari penguatan sistem dan keterlibatan publik yang memfasilitasi upaya kolektif antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil untuk mengatasi kerentanan korupsi dan konflik kepentingan.

“Kami percaya bahwa korupsi merusak demokrasi dari dalam dan menghilangkan kepercayaan pada lembaga publik,” kata Penasihat Antikorupsi USAID Ahmad Qisa’i. “Meningkatkan pencegahan konflik kepentingan merupakan bagian penting dari upaya pencegahan korupsi yang lebih luas di Indonesia.”

Laode M. Syarif, Direktur Eksekutif KEMITRAAN, mengakui bahwa berdasarkan hasil penelitian, masih banyak pekerjaan rumah dalam penanganan konflik kepentingan. “Oleh karena itu, analisis ini diharapkan dapat menjadi dokumen yang bermanfaat bagi para pemangku kepentingan terkait dan aktor kunci yang bekerja dalam gerakan antikorupsi untuk mengatasi kesenjangan-kesenjangan dalam kerangka peraturan, sehingga kita bisa meminimalkan tantangan dalam upaya pencegahan korupsi,” kata Laode.

Dalam beberapa minggu ke depan, KEMITRAAN, ICW, Transparency International Indonesia (TI-I), dan Basel Institute on Governance akan bekerja sama untuk membagikan kajian-kajian ini dengan berbagai perwakilan pemerintah pusat dan provinsi, organisasi masyarakat sipil, dan akademisi untuk menyoroti risiko-risiko yang ada, dan solusi-solusi baru yang dapat diadopsi untuk memastikan bahwa pejabat publik  dituntut untuk bisa memelihara integritas setinggi mungkin dan dapat sepenuhnya menjalankan tugas mereka atas nama dan untuk kepentingan rakyat Indonesia. 

Baca selengkapnya Policy Brief dan Laporan Studi Analisa Kesenjangan Regulasi Pengelolaan Konflik melalui bit.ly/coigapassessment 

Baca selengkapnya Desktop Studi: Keterkaitan Hubungan/Kekerasan Seksual, Benturan Kepentingan dan Korupsi melalui bit.ly/studisextortion

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2000-2003

KEMITRAAN played a crucial role in supporting the development of legislation to establish the KPK. This was followed by steps to support the Government and DPR in selecting competent commissioner candidates and also supporting civil society groups to critically monitor the selection process. After the commissioners were appointed, they asked KEMITRAAN to help with the institutional design and initial recruitment of the KPK, as well as play the role of donor coordinator. It is clear that KEMITRAAN plays a key role in supporting the Corruption Eradication Commission to develop the capacity and strategies needed to work as effectively as possible.

2016

In March 2016, KEMITRAAN received international accreditation from the Adaptation Fund. The Adaptation Fund Board, in its 27th meeting, decided to accredit KEMITRAAN as National Implementing Entity (NIE) from the Adaptation Fund. KEMITRAAN is the first and only Indonesian institution to be accredited as a NIE Adaptation Fund in Indonesia.

2003

In 2003, KEMITRAAN became an independent legal entity registered as a Non-Profit Civil Partnership. At that time, KEMITRAAN was still a program managed by UNDP until the end of 2009. Since the beginning of 2010, KEMITRAAN took over full responsibility and accountability for the programs and their development.

1999-2000

The Partnership for Governance Reform, or KEMITRAAN, was founded in 2000 following Indonesia’s first free and fair general election in 1999. This historic election is an important step in Indonesia’s efforts to move away from an authoritarian past towards a democratic future. PARTNERSHIP was established from a multi-donor trust fund and is managed by United Nations Development Programme (UNDP) with a mandate to advance governance reform in Indonesia