Beranda / Publication

Kemendagri Harap Ada Penguatan Tata Kelola Pemerintahan Daerah, Pasca MOU dengan Lembaga Kemitraan

MoU Kemendagri – Kemitraan

Jakarta – Plt. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Muhammad Hudori mewakili Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam pelaksanaan Penandatanganan Nota Kesepahaman Memorandum Of Understanding (MoU) dengan Lembaga Kemitraan yang dihadiri oleh Direktur Eksekutif Kemitraan Laode Muhammad Syarif. 

Hudori berharap agar kedepannya melalui Penandatangan MoU tersebut terjadi penguatan tata kelola pemerintahan baik itu di Nasional maupun Daerah.

“Sekali lagi saya mengucapkan terimakasih atas nama pribadi dan atas nama pimpinan serta Institusi Kemendagri. Mudah-mudahan melalui kerjasama nota kesepahaman ini diharapkan akan memberikan arah pelaksana kerjasama terutama dalam hal penguatan tata kelola pemerintahan nasional dan daerah,” Hal tersebut dikatakan Sekjen Hudori saat memberikan sambutan di Ruang Sidang Utama (RSU), Gedung A Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta Pusat, Senin (13/07/2020).

Hudori juga menilai bahwasannya memontum ini sangat baik, terutama menjelang Pilkada serentak Tahun 2020 dengan peserta terbanyak yakni 270 daerah dan juga untuk menyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional dan daerah (RPJM dan RPJMD) selama 5 Tahun ke depan, maka Hudori meminta agar SPM tersebut dapat dimasukkan pada dokumen RPJM dan RPJMD.

Menurut Hudori bicara soal SPM targetnya dapat berbeda dengan dahulu maka perlu dicermati oleh lembaga kemitraan terkait sehingga SPM dapat diterapkan oleh daerah.

“Dalam konteks UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemda kan biasanya targetnya itu 70 atau 80, sekarang berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemda ini harus 100 targetnya. Prinsipnya harus sama maka saya kira ini yang harus dicermati oleh teman-teman kemitraan bagaimana nanti soal SPM ini betul-betul bisa dilaksanakan dan diterapkan oleh teman-teman daerah. Jadi bagi kepala daerah itu yang tidak melaksanakan SPM karena ini standard pelayanan dasar maka kena sanksi. Begitu daerah yang melaksanakan SPM berarti dapat reward, rewardnya bisa saja dalam bentuk DID atau dalam bentuk anggaran-anggaran yang lain,” jelasnya.

Dengan demikian, melalui MoU Kemendagri dan Kemitraan sebagai bentuk pelibatan badan hukum independen untuk kerjasama dalam evaluasi penyelenggaraan pemerintahan di daerah ini antara lain bertujuan untuk:

Pertama, sebagai acuan eksternal validitas dan dasar  penguatan hasil  evaluasi kinerja penyelenggara pemerintahan daerah di tingkat nasional.

Kedua, sebagai umpan balik dan dasar untuk perbaikan kinerja tata kelola pemerintahan , baik sektor layanan publik, meningkatkan efisiensi dan pengelolaan anggaran dalam pemanfaatan sumber daya, dan menciptakan iklim investasi di daerah.

Ketiga, masyarakat sipil mendapatkan umpan balik sebagai bahan acuan meningkatkan efektivitas peran aktif masyarakat sipil dalam proses pembangunan.

Keempat, sektor swasta lebih memahami dan mendapatkan umpan balik bagaimana dampak kinerja tata kelola mereka terhadap iklim investasi daerah.

Kelima, pembangunan berkelanjutan karena seluruh regulasi yang menjadi payung hukum dalam pembangunan daerah telah mengalami pembaruan.

Sumber: https://www.kemendagri.go.id/berita/baca/28561/kemendagri-harap-ada-penguatan-tata-kelola-pemerintahan-daerah-pasca-mou-dengan-lembaga-kemitraan

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2000-2003

KEMITRAAN played a crucial role in supporting the development of legislation to establish the KPK. This was followed by steps to support the Government and DPR in selecting competent commissioner candidates and also supporting civil society groups to critically monitor the selection process. After the commissioners were appointed, they asked KEMITRAAN to help with the institutional design and initial recruitment of the KPK, as well as play the role of donor coordinator. It is clear that KEMITRAAN plays a key role in supporting the Corruption Eradication Commission to develop the capacity and strategies needed to work as effectively as possible.

2016

In March 2016, KEMITRAAN received international accreditation from the Adaptation Fund. The Adaptation Fund Board, in its 27th meeting, decided to accredit KEMITRAAN as National Implementing Entity (NIE) from the Adaptation Fund. KEMITRAAN is the first and only Indonesian institution to be accredited as a NIE Adaptation Fund in Indonesia.

2003

In 2003, KEMITRAAN became an independent legal entity registered as a Non-Profit Civil Partnership. At that time, KEMITRAAN was still a program managed by UNDP until the end of 2009. Since the beginning of 2010, KEMITRAAN took over full responsibility and accountability for the programs and their development.

1999-2000

The Partnership for Governance Reform, or KEMITRAAN, was founded in 2000 following Indonesia’s first free and fair general election in 1999. This historic election is an important step in Indonesia’s efforts to move away from an authoritarian past towards a democratic future. PARTNERSHIP was established from a multi-donor trust fund and is managed by United Nations Development Programme (UNDP) with a mandate to advance governance reform in Indonesia