Beranda / Publication

Jibu-Jibu, Perempuan Penjemput Ikan dari Kapal Nelayan

Dok. Kemitraan

Jibu-Jibu merupakan sebutan lokal untuk profesi perempuan penjual ikan di Maluku. Para perempuan ini biasanya berkumpul, menunggu, dan menjemput ikan hasil tangkapan dari kapal nelayan yang merapat di pinggir pantai. Uniknya, mereka punya cara dagang yang tidak biasa, yaitu ikan dibawa menggunakan ember dan diperjualbelikan lagi ke pasar maupun permukiman. Istilah Jibu-Jibu dipakai untuk membedakan antara istilah Papalele dan Jibu-Jibu. Papalele berlaku pada semua penjual keliling baik laki-laki maupun perempuan. Sedangkan Jibu-Jibu dikhususkan pada para perempuan. Aktivitas utama Jibu-Jibu adalah sebagai penjual, bukan sebagai produsen. Mereka mengambil barang secara langsung dari nelayan / petani kemudian dipasarkan secara langsung kepada masyarakat dengan cara berkeliling dari satu tempat ke tempat lain atau di pasar.

Adapun ikan yang biasa dijual, yaitu ikan tongkol, tuna kecil, tenggiri, dan sebagainya. Perempuan Jibu-Jibu memiliki peran besar dalam keluarga. Selain mengerjakan pekerjaan rumah, mereka juga diharuskan bekerja agar dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sayangnya, para Jibu-Jibu belum memanfaatkan komoditas ikan dengan maksimal. Mereka hanya menjual ikan segar tanpa diolah terlebih dahulu. Hanya sedikit yang mengolahnya menjadi ikan asap atau produk olahan lainnya. Kurangnya pengetahuan dan keterampilan menjadi kendala utama kelompok perempuan dalam pengembangan usaha. Untuk itu, KEMITRAAN bersama Harmony Alam Indonesia mengajak kelompok perempuan Jibu-Jibu di Desa Negeri Lima, Ureng, dan Assilulu kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah untuk mengikuti Pelatihan Keterampilan Diversifikasi Produk Ikan Asap untuk Kelompok Perempuan dan Jibu-Jibu.

“Melalui Program Adaptation Fund ini, kami ingin mendukung kelompok perempuan dengan memberikan berbagai pelatihan pengolahan ikan asap. Mulai dari penggunaan teknik Asap Cair, pengemasan produk, hingga standar sanitasi dan higienis, sehingga produk yang dihasilkan lebih berkualitas, memiliki kemasan yang menarik, dan dapat dipasarkan keluar daerah,” Rian Hidayat, Direktur Harmony Alam Indonesia.

Ingin tahu bagaimana para perempuan Maluku belajar Teknik Asap Cair? Ikuti terus postingan kami selanjutnya yaa ..

2016

Pada bulan Maret 2016, KEMITRAAN menerima akreditasi internasional dari Adaptation Fund. Dewan Adaptation Fund, dalam pertemuannya yang ke-27, memutuskan untuk mengakreditasi KEMITRAAN sebagai National Implementing Entity (NIE) dari Adaptation Fund. KEMITRAAN menjadi lembaga pertama dan satu-satunya lembaga Indonesia yang terakreditasi sebagai NIE Adaptation Fund di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

 

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

 

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

2000-2003

KEMITRAAN memainkan peran krusial dalam mendukung pengembangan undang-undang untuk membentuk KPK. Hal ini diikuti dengan langkah mendukung Pemerintah dan DPR dalam memilih calon komisioner yang kompeten dan juga mendukung kelompok masyarakat sipil untuk mengawasi secara kritis proses seleksinya. Setelah komisioner ditunjuk, mereka meminta KEMITRAAN untuk membantu mendesain kelembagaan dan rekrutmen awal KPK, serta memainkan peran sebagai koordinator donor. Sangat jelas bahwa KEMITRAAN memainkan peran kunci dalam mendukung KPK untuk mengembangkan kapasitas dan strategi yang diperlukan agar dapat bekerja seefektif mungkin.

2003

Pada tahun 2003, KEMITRAAN menjadi badan hukum yang independen yang terdaftar sebagai Persekutuan Perdata Nirlaba. Pada saat itu, KEMITRAAN masih menjadi program yang dikelola oleh UNDP hingga akhir tahun 2009. Sejak awal tahun 2010, KEMITRAAN mengambil alih tanggung jawab dan akuntabilitas penuh atas program-program dan perkembangannya.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.

Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.

Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.

1999-2000

Kemitraan bagi Pembaruan Tata Kelola Pemerintahan, atau KEMITRAAN, didirikan pada tahun 2000 setelah berlangsungnya pemilihan umum pertama di Indonesia yang bebas dan adil pada tahun 1999. Pemilu bersejarah ini merupakan langkah penting dalam upaya Indonesia keluar dari masa lalu yang otoriter menuju masa depan yang demokratis. KEMITRAAN didirikan dari dana perwalian multi-donor dan dikelola oleh United Nations Development Programme (UNDP) dengan mandat untuk memajukan reformasi tata kelola pemerintahan di Indonesia.

2020

This agreement was signed between Green Climate Fund (GCF) and PARTNERSHIP. This agreement formalizes KEMITRAAN’s accountability in implementing projects approved by the GCF.

For your information, the GCF is the world’s largest special fund that helps developing countries reduce greenhouse gas emissions and increase their ability to respond to climate change.

These funds were collected by the United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) in 2010. The GCF has an important role in realizing the Paris Agreement, namely supporting the goal of keeping the average global temperature increase below 2 degrees Celsius.

2000-2003

KEMITRAAN played a crucial role in supporting the development of legislation to establish the KPK. This was followed by steps to support the Government and DPR in selecting competent commissioner candidates and also supporting civil society groups to critically monitor the selection process. After the commissioners were appointed, they asked KEMITRAAN to help with the institutional design and initial recruitment of the KPK, as well as play the role of donor coordinator. It is clear that KEMITRAAN plays a key role in supporting the Corruption Eradication Commission to develop the capacity and strategies needed to work as effectively as possible.

2016

In March 2016, KEMITRAAN received international accreditation from the Adaptation Fund. The Adaptation Fund Board, in its 27th meeting, decided to accredit KEMITRAAN as National Implementing Entity (NIE) from the Adaptation Fund. KEMITRAAN is the first and only Indonesian institution to be accredited as a NIE Adaptation Fund in Indonesia.

2003

In 2003, KEMITRAAN became an independent legal entity registered as a Non-Profit Civil Partnership. At that time, KEMITRAAN was still a program managed by UNDP until the end of 2009. Since the beginning of 2010, KEMITRAAN took over full responsibility and accountability for the programs and their development.

1999-2000

The Partnership for Governance Reform, or KEMITRAAN, was founded in 2000 following Indonesia’s first free and fair general election in 1999. This historic election is an important step in Indonesia’s efforts to move away from an authoritarian past towards a democratic future. PARTNERSHIP was established from a multi-donor trust fund and is managed by United Nations Development Programme (UNDP) with a mandate to advance governance reform in Indonesia