
JAKARTA – Batik Ekologis Pekalongan dampingan KEMITRAAN kembali tampil di pameran besar. Kali ini, Batik Ekologis turut meramaikan gelaran Inacraft 2025 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat pada 1–5 Oktober atas dukungan Adaptation Fund dan Pemerintah Kota Pekalongan.
Batik Ekologis merupakan salah satu proyek dari program adaptasi perubahan iklim di Kota Pekalongan yang digagas KEMITRAAN melalui dukungan pendanaan Adaptation Fund. Kehadiran Batik Ekologis di Inacraft merupakan langkah penyebarluasan kepada publik mengenai upaya adaptasi perubahan iklim yang juga menghasilkan peluang ekonomi.
Mulanya, proyek ini merupakan upaya KEMITRAAN mencegah pencemaran cadangan air tanah di Kota Pekalongan di tengah krisis iklim yang diperparah oleh limbah batik sintetis. Ternyata, Batik Ekologis yang menggunakan pewarna alami justru membuka potensi ekonomi baru.
Didit Handika, selaku Project Officer KEMITRAAN di Pekalongan, mengatakan Batik Ekologis yang menggunakan pewarna alami tidak mencemari lingkungan dan air tanah sebab pewarnanya berasal dari tumbuhan. Beberapa tumbuhan yang digunakan sebagai pewarna batik alami di antaranya indigo, ketapang, dan secang. Proses produksinya juga sangat hemat air.
“Batik Ekologis kan beda dengan pewarna sintetis yang membutuhkan banyak air. Kalau Batik Ekologis, airnya hanya seperempat dari produksi batik pewarna sintetis. Sehingga air yang tercemar semakin berkurang,” kata Didit.
Ia menambahkan, awalnya hanya sedikit pembatik dari Kota Pekalongan yang bergabung ke dalam kelompok Batik Ekologis sebab proses pembuatannya lebih lama dan rumit. Namun, lama-kelamaan para pembatik yang bergabung mulai menunjukkan hasil. Mereka bisa menjual produk batik dengan harga yang lebih tinggi lantaran proses pembuatannya lebih rumit.
Didit pun mengatakan saat ini yang dijual oleh para pembatik bukan hanya soal motif, tetapi juga cerita di balik proses pembuatannya. Mengingat menariknya kisah dalam pembuatan Batik Ekologis yang menggunakan tumbuhan sebagai pewarnanya, konsumen pun rela membayar lebih dibandingkan harga batik pewarna sintetis.
“Produk batik, terutama bagi konsumen dari luar negeri, harus ramah lingkungan dan berkelanjutan. Tidak hanya cerita di motif, tapi mereka juga tertarik pada proses pembuatannya,” ucap Didit.
Hal tersebut diamini Andaru, salah satu pembatik dampingan KEMITRAAN yang memamerkan produknya di Inacraft. Ia mengatakan, produknya rata-rata dibeli oleh pecinta batik dari luar negeri.
“Rata-rata pembeli dari Jepang. Mereka beli kain batik,” ujar Andaru.
Didit menambahkan, sejak awal KEMITRAAN memang membidik Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk dijadikan mitra dalam kelompok Batik Ekologis. Sebab berdasarkan pemetaan yang dilakukan KEMITRAAN di Pekalongan, rata-rata pencemaran air tanah dan cadangan air bersih terjadi di wilayah permukiman. Dan di wilayah permukimanlah rata-rata UMKM batik berproduksi.
Didit juga mengatakan, antusiasme para pembatik di Kota Pekalongan kini makin tinggi, khususnya dari kalangan pembatik skala besar. Mereka melihat potensi omzet batik pewarna alami makin besar.
“Mereka sangat tertarik karena pendekatan kami memastikan dari hulu ke hilir. Kami dampingi semua dari sisi produksi, kelembagaan, bahan baku, dan pemasaran. Mereka merasa komitmen yang dibangun bukan komitmen bisnis semata, tapi bisnis yang berkelanjutan dan saling mendukung,” ujar Didit.
“Kami berharap ke depannya makin banyak pembatik yang bergabung ke Batik Ekologis supaya batik pewarna alami masa depannya makin cerah,” lanjutnya.