Demokrasi di Indonesia dalam 10 tahun terakhir menunjukkan kemundurannya. Hal itu terjadi salah satunya karena tidak ada oposisi yang kuat di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengambilan keputusan politik yang strategis seperti perubahan susunan kelembagaan KPK (revisi Undang-undang KPK), penyusunan Undang-undang Cipta Kerja, Pembentukan Ibu Kota Negara (IKN), penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Darurat Pandemi Covid-19, dan APBN, berjalan tanpa melewati prosedur legislasi yang seharusnya.
Bentuk kemunduran demokrasi di Indonesia juga ditandai dengan perlawanan terhadap kritik yang disampaikan warga. Penggunaan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang tak semestinya menjadi momok bagi warga untuk menyampaikan kritik.
Suara sumbang penundaan pemilu dan munculnya wacana perpanjangan masa pemerintahan lebih dari lima tahun turut memperkeruh suasana. Untuk itu, KEMITRAAN memperkuat kerja-kerjanya demi mencegah kemunduran demokrasi dan perlindungan hak asasi manusia (HAM) dengan mengarahkan kembali reformasi pada spirit konstitusionalisme.
Perjanjian ini ditandatangani antara Green Climate Fund (GCF) dan KEMITRAAN. Perjanjian ini meresmikan akuntabilitas KEMITRAAN dalam melaksanakan proyek-proyek yang disetujui oleh GCF.
Untuk diketahui, GCF adalah dana khusus terbesar di dunia yang membantu negara-negara berkembang untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan kemampuan mereka dalam merespons perubahan iklim.
Dana ini dihimpun oleh Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC) pada tahun 2010. GCF memiliki peran penting dalam mewujudkan Perjanjian Paris, yakni mendukung tujuan untuk menjaga kenaikan suhu global rata-rata di bawah 2 derajat celsius.